FISIP Adakan Seminar Nasional Bertajuk Gerakan Pemuda di Era Milenial Dalam Mengawal Demokrasi Indonesia

Dari waktu ke waktu realitas dunia terus berubah. Dinamisme ini serentak membawa banyak perubahan pola hidup bagi setiap generasi termasuk berdemokrasi. Penyesuaian menjadi penting demi menjawab tantangan yang diemban generasi era sekarang.
Hal yang khas tersebut menjadikan semangat Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo Semarang menyelenggarakan Seminar Nasional “Gerakan Pemuda di Era Milenial dalam Mengawal Demokrasi Indonesia” pada Selasa (3/12).

Wakil Dekan III FISIP, H Amin Farikh, MAg membuka acara yang dihadiri lebih dari 100-an mahasiswa baik dari UIN Walisongo maupun dari kampus lain di Semarang seperti UNDIP dan UNNES.
Sedikit dari pesan beliau yang disampaikan dalam pembukaan yaitu mengenai siapa itu yang disebut generasi milenial dan problematika yang sedang dan akan dihadapi. Terlebih dalam berpolitik. Amin menghimbau agar generasi yang hidup di zaman sekarang bisa bersikap, menasehati diri sendiri dalam menjalankan aktifitas di media sosial. Mengingat Internet adalah satu tambahan lagi kebutuhan primer pemuda di era sekarang.

Seminar menghadirkan tiga narasumber yang merepresentasikan sosok pemuda. Hadir di acara yaitu Sultan Rivandi (Presiden BEM UIN Jakarta), Zahwa Islami S.Psi (Puteri Indonesia Intelegensia 2019) dan Sulistiyo yang mewakili Drs Sinoeng N.R. MM (Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Jawa Tengah) yang berhalangan hadir.

Sulistiyo menyampaikan banyak kalangan dari generasi ini yang betah untuk hidup di dalam dunia virtual lewat platform-platform media sosial. Itu bisa menjadi alat yang bisa menghimpun kekuatan melakukan pengawasan terhadap kebijakan publik, tapi dengan cara yang bijak.
“Media Sosial adalah salah satu wadah yang cocok dan tepat bagi generasi era sekarang untuk mengampanyekan kepedulian mereka terhadap masalah sosial-politik. Jika ada kebijakan pemerintah yang tidak sesuai maka kritiklah, tapi pertama dengan cara yang sesuai dan tidak menyebarkan kebencian,” pesannya.

Selaras dengan Sulistiyo, Zahwa menambahkan bahwa harus memulai kebaikan dari diri sendiri, melawan kemalasan, keterpurukan untuk mewujudkan suatu generasi yang penuh semangat.
“Mencintai orang lain rasanya sangat mudah, tetapi kenapa diri sendiri rasanya belum pantas dicintai?” tanya Zahwa yang kemudian membuat peserta meresapinya.

Di sesi akhir, Sultan menegaskan Pemuda era sekarang sangat candu internet. “Kehadiran Media sosial di satu sisi merupakan prestasi sekaligus mampu mengakomodasi gaya berpolitik generasi Z. Namun di lain sisi, kehadiran media sosial juga dapat menjadi masalah serius tatkala dipolitisasi.” Imbuhnya.

Dalam acara seminar nasional ini dapat dipahami bahwa Melalui media sosial inilah generasi milenial menata dirinya kemudian mengendus, menganalisis, dan menganjurkan sebuah perlawanan terhadap situasi politik yang mereka anggap sedang bermasalah. Media sosial melahirkan habitus baru, juga gaya berpolitik yang baru. Semua sesuai gaya kecenderungan generasi Z yang lebih suka sesuatu yang kekinian dan praktis. Gaya berpolitik itu mempunyai satu pola, dari media sosial kepada aksi nyata seperti respon terhadap RUU KPK sebelumnya dalam konteks Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *