Memilih dalam Menjalankan Kewajiban

Sebagai orang
muslim kita memang diberikan beberapa kewajiban disamping juga beberapa
larangan, yang semua itu dimaksudkan untuk menjadikan diri kita semakin baik
dan nyaman dalam mengarungi kehidupan di dunia. Walaupun demikian terkadang
kita menjadi salah dalam mengartikan berbagai aturan yang ditetapkan oleh Tuhan
untuk kita. Salah paham tersebut biasanya terjadi karena kita hanya menilai
aturan tersebut dari sisi kepentingan kita yang cupet.

Namun jika kita
memikirkannya dengan cermat dan didasarkan atas kemaslahatan secara menyeluruh,
maka kita akan mendapatkan jawaban sesugguhnya, yakni bahwa semua aturan
tersebut dibuat, semata-mata hanya untuk menjadikan hidup kita menjadi nyaman,
karena semuanya serta teratur dan tidak ada pelanggaran hak yang menjadikan
kita menjadi terganggu.

Nah, karena
kesalahan yang kita lakukan tersebut, pada saatnya kemudian muncul banyak
persoalan, yang salah satu diantaranya ialah terasa beratnya aturan tersebut
untuk dijalankan dan juga semakin banyaknya orang yang kemudian tidak taat
terhadap aturan yang ada. Padahal semua aturan dan kewajiban yang harus
dilakukan oleh manusia adalah demi kebaikan manusia itu sendiri dan bukan untuk
memperberat atau menyiksanya.

Kita juga tahu
bahwa adakalanya kewajiban yang dibebankan kepada kita sebagai hamba Tuhan itu
diberikan dispensasi bilamana dalam kondisi tertentu. Contoh yang mudah
dipahami ialah tentang kewajiban menjalankan puasa Ramadlan misalnya, dimana
kita dapat dan diperbolehkan untuk tidak menjalaninya, jika kita sedang
bepergian jauh ataupun sedang mengalami sakit dan lainnya. Nah, kewajiban yang
kita tinggalkan dengan alasan yang dibenarkan tersebut kemudian harus dijalani
di waktu lain yang memungkinkan.

Demikian juga
meskipun kewajiban shalat itu mutlak dan sama sekali tidak boleh ditinggalkan
dalam kondisi apapun, namun tetap saja ada dispensasinya, yakni jika kita
bepergian jauh maka kita diperbolehkan menjalaninya dengan diqashar atau diringkas. Caranya ialah
dengan hanya menjalani dua rakaat shalat yang seharusnya secara normal
dilakukan sebanyak empat rakaat. Demikian juga pelaksanaannya boleh dijalankan
di waktu yang pertama dan boleh juga dijalankan pada waktu kedua.

Semua dispensasi
tersebut dimaksudkan untuk memudahkan kita dalam menjalankan kewajiban, jika
kita sedang menemui kesulitan, dan insyaallah
persoalan pahalanya tidak akan berkurang sedikitpun.  Namun semua itu dipersilahkan kepada
masing-masing kita untuk memilihnya, apakah akan menjalankannya sesuai dengan
aturan dasar ataukah kita akan lebih memilih tawaran dispensasi tersebut.

Meskipun kewajiban
manusia terhadap Tuhan itu sangat banyak, namun biasanya hanya dikaitkan dengan
kewajiban yang berhubungan dengan rukun Islam, yakni kewajiban menjalankan
ibadah shalat, zakat, puasa Ramadlan dan juga haji ke Baitullah. Jadi kalau
diterapkan pada kewajiban shalat misalnya, maka persoalan memilih tersebut
bukan dalam arti memilih antara mengerjakan atau tidak mengerjakan, melainkan
pilihan tersebut dimaksudkan kepada pilihan yang diberikan oleh Tuhan.

Pilihan yang
ditetapkan oleh Tuhan tentang kewajiban menjalankan shalat tersebut ialah
terkait dengan apakah shalat tersebut dijalankan secara lengkap sebagaimana
aslinya ataukah dijalankan secara qashar
atau diringkas hingga hanya dijalankan separuhnya saja. Demikian juga apakah
shalat tersebut akan dijalankan pada waktu yang satu atau dengan kata lain
dijamak ataukah tetap dijalankan pada waktu yang telah ditentukan. Kalaupun
kemudian dipilih dijalankan dalam satu waktu, masih ada pilihan lainnya, yakni
apakah dijalankan di waktu yang pertama ataukah pada waktu yang kedua.

Semua pilihan
tersebut diperbolehkan dan tidak akan mengurangi nilainya sama sekali, karena
Tuhan sendiri yang memberikan dispensasi tersebut. Bahkan ada sebagian ulama
yang justru lebih memilih  dijalankannya
dispensasi, dan melarang untuk menjalankan shalat tersebut secara lengkap.  Pertimbangannya ialah karena hal tersebut
sudah ditetapkan oleh Tuhan, kenapa kita tidak menerimanya dan masih tetap
menjalankan shalat tersebut secara sempurna.

Demikian juga jika
pilihan tersebut diterapkan pada kewajiban menjalankan ibadah zakat, maka ada
pilihan yang dapat ditempuh, yakni bagi zakat yang disyaratkan harus mencapai
batas waktu satu tahun, maka dapat dikeluarkan setiap sebulan sekali dengan
perhitungan yang tepat. Demikian juga 
ketika zakat tersebut diterapkan pada zakat fithrah, maka boleh dijalankan pada awal Ramadlan dan juga boleh
dijalankan pada pertengahan dan akhir Ramadlan sampai batas sebelum menjalankan
shalat idul fitri.

Tidak ubahnya juga
jika hal tersebut diterapkan pada kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadlan,
yakni pada saat sedang sakit ataupun sedang bepergian untuk tujuan yang bukan
maksiat. Dalam kondisi demikian, Tuhan memberikan pilihan apakah akan memilih
tetap menjalankannya ataukah tidak berpuasa dan menggantinya pada hari lain.
Semua itu dianggap sama dan tidak akan mengurangi  kebajikannya, meskipun ada juga ulama yang
berbeda dalam menyikapinya, yakni lebih menyukai  menjalankan ibadah puasa pada saatnya.

Sementara itu dalam
menjalankan ibadah haji, Tuhan, melalui Nabi Muhammad SAW juga memberikan
pilihan dalam pelaksanaan ibadah haji, yakni apakah memilih dengan ibadah tamattu’, qiran ataukah ifrad.
Artinya bahwa ibadah haji itu dapat dijalankan setelah menjalankan ibadah
umrah, lalu boleh memakai pakaian bebas sebagaimana sebelum memakai kain ihram,
dan baru saat akan berangkat menjalankan haji yakni menjalankan wukuf di
Arafahlah dimulai memakai kain ihram, itulah yang disebut dengan haji Tamattu’, yang mengharuskan denda
menyembelih seekor hewan sejenis kambing.

Ataukah dapat
dijalankan dengan membarengkan antara ibadah umrah dengan ibadah haji dengan
niat  yang satu, yakni berniat haji dan
umrah sekaligus. Perlu kita ketahui bahwa pelaksanaan umrah itu sama persis
dengan haji, hanya berbeda sedikit, yakni kalau umrah tidak perlu wukuf di
Arafah dan dapat dijalankan setiap saat. Nah, kalau menjalankan haji dan umrah
dengan niat yang satu, maka juga akan terkena denda yang sama dengan haji tamattu’.

Ataukah lebih
memilih menjalankannya dengan haji ifrad, yakni menjalankan haji terlebih
dahulu baru setelah selesai kemudian mengambil miqat makani atau tempat memulai memakai kain ihram lalu
menjalankan ibadah umrah. Namun biasanya akan terlalu sulit dilaksanakan,
terkecuali mereka yang datang ke kota Makkah menjelang wukuf sehingga tidak
terlalu lama menjaga pakaian ihram yang harus terus dikenakan sampai selesai
menjalankan haji. Nah, yang ini tidak dikenakan denda, namun juga tetap
dianjurkan untuk menyembelih hewan di tanah suci.

Demikianlah hampir
seluruh kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat muslim, di situ akan ada
pilihan yang dapat diambil untuk kenyamanan dan disesuaikan dengan kemampuan.
Pilihan-pilihan tersebut diberikan kepada umat agar pelaksanaan kewajiban
tersebut tidak kaku dan terkesan memaksakan. Dengan pilihan tersebut,
sesungguhnya tidak ada lagi alasan untuk menghindar dan tidak menjalankannya.

Dari sisi tersebut
kita dapat memahami betapa hebatnya hukum Islam tersebut, termasuk pada saat
memberikan kewajiban kepada para pemeluknya pun masih diberikan beberapa
pilihan dalam menjalankannya. Lalu apalagi yang perlu dipertanyakan dan apalagi
yang harus dicari alasan untuk tidak mengindahkannya. Dengan demikian
sesungguhnya apapun yang ditetapkan oleh Tuhan dalam syariat Islam itu sudah
dengan pertimbangan yang komprehensif sehingga seharusnya tidak ada alasan lagi
untuk tidak menjalankan semua kewajiban. Hal tersebut disebabkan setiap
kewajiban pasti di sana ada pilihan-pilihannya. [27/4/2016]

*untuk kolom harian Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag. dapat dinikmati pada laman http://muhibbin-noor.walisongo.ac.id/