UIN Walisongo Online, Semarang – Era disrupsi membuat perubahan sangat cepat, baik dalam hal kebudayaan maupun keagamaan. Kehidupan beragama juga mengalami perubahan, sehingga dibutuhkan multikulturalisme pro eksistensi yang artinya bahwa kita membutuhkan perbedaan untuk memperkaya khazanah keagamaan kita.
“Jika dulu pandangan pluralisme membuat kita berusaha duduk bersama-sama antar umat beragama, sekarang kita butuh perbedaan untuk semakin memperkaya kita dalam hidup berdampingan antar umat beragama,” tutur Dr. Muhsin Jamil, M.Ag, Wakil Rektor Akademik dan Kelembagaan UIN Walisongo dalam sambutannya dalam acara Dialog Multikultural dan Lintas Agama pada Kamis (16/12/21).
Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN Walisongo berkomitmen untuk meningkatkan moderasi beragama tidak hanya di lingkungan kampus tetapi juga di masyarakat. Salah satu cara meningkatkan moderasi beragama adalah dengan dialog. Tokoh agama berperan penting dalam proses dialog-dialog keagamaan yang humanis.
Hal ini yang melatarbelakangi kegiatan Dialog Multikultural dan Lintas Agama; Moderasi Beragama dalam Perspektif Lintas Agama yang bertempat di gedung Rektorat lantai 4 UIN Walisongo.
Hadir beberapa tokoh keagamaan di Jawa Tengah pada dialog yang dimulai pukul 08.00 WIB. Dr. K.H. Iman Fadhillah, M.S.I, selaku Sekretaris FKUB Jawa Tengah dan Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah, Drs. H. Tafsir, M.Ag, Ketua Umum PW Muhammadiyah Jawa Tengah, Romo Eduardus Didik Cahyono, S.J, Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan kepercayaan kevikepan Semarang dan Bhikku Nyanasuryanadi Mahathera, Ketua Yayasan Buddhayana sekaligus Dosen STIAB Smaratungga. Keempat tokoh agama ini duduk bersama dan berdialog dengan dipandu oleh Nur Hasyim, MA, salah satu anggota Rumah Moderasi Beragama UIN Walisongo.
Dihadiri 40 peserta dari berbagai kalangan, baik dosen, tenaga kependidikan, tokoh masyarakat, serta sebagian besar mahasiswa UIN Walisongo. Kegiatan diadakan secara offline dengan protocol kesehatan ketat dan kuota terbatas.
Ketua Rumah Moderasi Beragama UIN Walisongo, Dr. Imam Yahya, M.Ag menyampaikan dalam sambutannya bahwa kegiatan dialog ini dilatarbelakangi untuk mempererat silaturahmi di kalangan antar umat beragama serta generasi muda dalam hal ini mahasiswa UIN Walisongo.
“Para mahasiswa harus mengenal dialog agar semakin moderat dan menerima perbedaan, karena mahasiswa merupakan generasi muda harapan bangsa,” ujar Imam.
Selanjutnya dosen pasca sarjana UIN Walisongo ini menambahkan bahwa RMB memiliki instrument moderasi beragama sekaligus sudah disampaikan dan dites ke mahasiswa UIN Walisongo, selain memang mewajibkan mahasiswa UIN Walisongo untuk mengambil mata kuliah Islam dan Moderasi Beragama. Hal tersebut diharapkan menjadikan mahasiswa UIN Walisongo moderat atau tengah-tengah, tidak terlalu ekstrim kanan atau ektrim kiri.
Acara dialog dimulai dengan pemaparan Dr. K.H. Iman Fadhillah, M.S.I, selaku Sekretaris FKUB Jawa Tengah tentang pengertian moderasi beragama dan data-data potensi konflik keagamaan di Jawa Tengah. Dr. K.H. Iman Fadhillah, M.S.I juga menyebutkan bahwa Moderasi Beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian moderasi.
Moderasi beragama berarti tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan. Ada empat indikator dalam moderasi beragama yaitu, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan local.
Dialog dilanjutkan oleh pemaparan Romo Eduardus Didik Cahyono, S.J, Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan kepercayaan kevikepan Semarang, beliau menjelaskan bahwa di Agama Kristen prinsip Moderasi juga sangat ditekankan.
“Moderasi beragama mengajak kita untuk mendalami kerohanian, bahwa kita adalah saudara bagi semua tidak terbatas agamanya. Pandemi covid 19 saat ini juga mengajarkan kita untuk berefleksi pentingnya persaudaraan dalam umat manusia,” tutur Romo Didik.
Bhikku Nyanasuryanadi Mahathera, Ketua Yayasan Buddhayana sekaligus Dosen STIAB Smaratungga Boyolali juga memaparkan tentang konsep moderasi dalam agama Budha. Menurut Bhikku, moderasi beragama bukan bertujuan untuk mencampuradukan agama, akan tetapi untuk hidup berdampingan antar umat beragama.
Drs. H. Tafsir, M.Ag, Ketua Umum PW Muhammadiyah Jawa Tengah juga memberikan apresiasi kepada UIN Walisongo yang memiliki Rumah Moderasi Beragama. Menurut beliau bahwa manusia tidak hanya menghargai perbedaan tapi juga membutuhkan perbedaan sehingga memang penting adanya pengarusutamaan moderasi beragama.
Acara dialog berjalan dengan lancar dengan antusias tinggi dari para peserta. Tepat pukul 13.00 WIB acara ditutup. Tegar, salah satu peserta dari mahasiswa UIN Walisongo menuturkan bahwa acara sangat menarik dan menambah wawasan tentang moderasi beragama.
“Acara dialog Multikulturalisme dan lintas agama ini sangat bermanfaat, kita bisa belajar moderasi beragama tidak hanya dalam konsep Islam tetapi juga dari agama lain seperti Budha dan Kristen. Ini menjadi bekal untuk semakin menghormati dan berdampingan dengan umat beragama lainnya,” terang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo di akhir acara dialog. [rmb/Tim Humas]