Peringati Nuzulul Qur’an, Prof Jamil: Alquran itu Memerintahkan Kita Untuk Baca

Guru Besar UIN Walisongo Prof Abdul Jamil, M.A (tengah), didampingi Ketua BAI Dr. Muhyar Fanani, M.Ag. (kiri) dan Rektor Prof Dr. Imam Taufiq, M.Ag (kanan) di sela-sela peringatan Nuzulul Qur'an oleh Badan Amalan Islam (BAI) di Ruang Lantai 4 Rektorat UIN Walisongo, Rabu, 19 April 2022.

Dalam Nuzulul Qur’an, perintah yang pertama dan penting dalam Q.S Al Alaq 1-5. Perintah utama adalah Iqra’ atau membaca. Mengapa harus membaca? Perintah membaca haruslah dimaknai. Perintah dalam agama pertama kali adalah membaca, bukan untuk berdagang, berpolitik atau lainnya.

 

UIN Walisongo Online, Semarang – Peringatan Nuzulul Qur’an diperingati setiap tanggal 17 bulan Ramadhan. UIN Walisongo pun menggelar peringatanan Nuzulul Qur’an secara rutin dengan mengundang Prof. Dr. Abdul Jamil, M.A sebagai penceramah utama.

Peringatan Nuzulul Quran diinisiasi oleh Badan Amalan Islam (BAI) UIN Walisongo. Kegiatan dipusatkan secara lansung di Gedung Rektorat Lantai 4, Selasa (19/4/2022).

“Format Nuzulul Qur’an itu di UIN seperti apa? Kalau formatnya tadarus itu sudah di rumah. Format ceramah ya audiens sudah pada ahli, kayak nguyahi segoro. Maka, kalau yang para ahli disini pada tidak mau, maka saya dijawil,” ujar Prof Abdul Jamil, mengawali ceramahnya.

Dalam Nuzulul Qur’an, perintah yang pertama dan penting dalam Q.S Al Alaq 1-5. Perintah utama adalah Iqra’ atau membaca. Mengapa harus membaca? Perintah membaca haruslah dimaknai. Perintah dalam agama pertama kali adalah membaca, bukan untuk berdagang, berpolitik atau lainnya.

Membaca, sambung guru besar UIN Walisongo, adalah sumber dari pengetahuan, dari tidak tahu menjadi tahu sesuatu. Dari membaca, kita mengetahui, lalu mengenal dan dapat memahami sesuatu. Lalu bagaimana budaya baca di negara kita?

Menurut Prof Jamil, bangsa berperadaban adalah bangsa yang mengutamakan budaya baca. Di India, budaya baca bahkan mencapai 42 jam. Maka, ketika ada anak yang lahir dari budaya yang baik, akan menghasilkan keturunan yang berkualitas.

“Kita baca dalam 1 hari itu kadang kurang 1 jam. Kenapa? Karena menurut ahli, kita berada di era disrupsi dengan lalu lintas informasi yang begitu besar,” tandasnya.

Membaca, kata dia, diperlukan juga untuk memperkuat verifikasi dalam ilmu pengetahuan. Namun di era sekarang, verifikasi menjadi hal yang tampak sulit dilakukan.

“Kalau dulu mahasiswa membuat makalah maka jika referensi itu dulu mencari di Perpustakaan. Antrinya panjang. Tapi sekarang bagaimana? Semua dari internet. Padahal, tangan pertama ketika mengutip sesuatu itu belum tentu benar, apalagi kedua, ketiga, sampai yang ke berapa. Reading index itu belum, dan orang habis disini,” tandasnya.

Oleh karenanya, perlu bagi semuanya untuk membudayakan membaca. Bahwa di masa kini, masalah akan selalu muncul, maka umat Islam harus berpegang teguh pada Alquran dan Hadis.

“Alquran itu bukan sepi dari tantangan. Di masa lalu, selalu ada orang-orang yang mengaku-ngaku nabi kemudian membuat ayat-ayat. Sekarang juga tantangan masih ada, misalnya mendagradasi Alquran yang kadang menggunakan epistemologi sekuler. Walisongo membangun basis epistemologi berbeda. Metode kita adalah deduktif. Yang diutak-utik adalah pemahaman terhadal Alquran, bukan nash itu sendiri,” tambahnya.

“UIN punya tantangan yang harus dihadapi dengan cara yang cerdas dan bijaksana. Alquran pasti akan ‘diganggu’ oleh umatnya sendiri dengan tafsir-tafsirnya dan orang lain di luar Islam yang terancam dengan Islam dengan cara mendagradasi Alquran,” pungkasnya.

Hadir dalam peringatan Nuzulul Qur’an Rektor UIN Walisongo Prof. Dr. Imam Taufiq, M.Ag., para wakil rektor, para kabiro, para dekan dan ketua lembaga, pengurus BAI, serta segenap dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan UIN Walisongo. (Tim Humas)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *