Para wali sukses mengembangkan Islam di Indonesia dan menjadi agama mayoritas menggunakan strategi antara lain dakwah tanpa kekerasan, dakwah dengan kesantunan. “Metode ini berhasil mengislamkan wali dengan luas. Berbeda dengan penjajah, mereka juga menyebarkan agama. Tapi agamanya tidak laku,” tambahnya.
UIN Walisongo Online, Semarang – Peran Walisongo dalam menyebarkan islam secara damai adalah cara yang paling tepat untuk Indonesia. Cara Walisongo bahkan mengalahkan metode dakwah para penjajah.
Hal itu disampaikan penceramah kondang asal Bojonegoro, KH. Anwar Zahid dalam kegiatan Dibaan Para Kiai, Guru Besar, Sesepuh dan Pengajian Akbar dalam rangkaian Dies Natalis UIN Walisongo ke-51 di Auditorium 2 Kampus 3, Semarang, Senin (5/3/2021).
Dalam pengantarnya, KH Anwar Zahid menceritakan sejarah masuknya islam ke Indonesia. Ia berceloteh bahwa Islam datang ke Indonesia itu telat, sehingga itu berdampak pada budaya Indonesia.
Hal berbeda pada kedatangan Islam ke Eropa. Di negara Eropa, lahir para tokoh-tokoh penting dalam sejarah Islam. Islam terkendali dengan baik disana.
“Misal kita baca Imam Bukhari itu dari Turkistan, Imam Muslim itu Naisabur dan sebagainya,” katanya.
Islam ke Indonesia, sambung dia, dibawa oleh para wali. Wali itu ada beberapa generasi, yang disebarkan melalui wadah pondok pesantren. Syiar agama, pembelajaran Alquran semua melalui pondok pesantren.
“Nuzulul Quran di Indonesia itu melalui pesantren,” tambahnya.
Lebih lanjut, salah Sunan Ampel (Salah satu Walisongo) mendirikan pesantren yang diikuti semua santri berbagai daerah, termasuk putranya. Begitu juga para Sunan yang lain dalam menyebarkan agama.
Para wali, sambung dia, sukses mengembangkan Islam di Indonesia dan menjadi agama mayoritas menggunakan strategi antara lain dakwah tanpa kekerasan, dakwah dengan kesantunan.
“Metode ini berhasil mengislamkan wali dengan luas. Berbeda dengan penjajah, mereka juga menyebarkan agama. Tapi agamanya tidak laku,” tambahnya.
Ia juga menyoroti konsep jihad yang kerap disalahpahami banyak orang. Di masa nabi, jihad ikut berperang dan mati terbunuh di medan perang.
“Tidak ada mati yang bunuh diri lalu disebut jihad atau mati syahid. Tidak pernah ada,” tambahnya.
Ia pun ingin agar masyarakat Indonesia tidak menjadikan keislaman sebagai label saja tanpa memperhatikan substansi. Islam harus menjadi ruh dan menjadi laku keseharian.
Sementara itu Rektor UIN Walisongo Prof. Dr. Imam Taufiq, M.Ag menyampaikan ucapan selamat datang kepada para audien yang sudah hadir. Khusus kepada KH Anwar Zahid disapa dengan pantun.
Dijelaskan, rencana dai asal penceramah ini mengisi tausiyah ke UIN Walisongo sudah sejak 1 tahun yang lalu. Namun ditunda karena wabah pandemi. Akhirnya meski di tengah pandemi, akhirnya tahun ini dapat dihadirkan secara langsung.
Hadir dalam kegiatan ini para pendiri dan sesepuh, para guru besar, para wakil rektor, para dekan, para wakil dekan, kepala jurusan, kabag dan kasubag di lingkungan UIN Walisongo. Kegiatan juga disiarkan langsung melalui Media Sosial UIN Walisongo. (Tim Humas)