FISIP UIN Walisongo Gelar Seminar Fasilitasi Pendidikan Pemilih

Semarang – Fakultas Ilmi Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang menggelar Seminar Fasilitasi Pendidikan Pemilih
dengan tema “Upaya Pengembangan Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi”
bekerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah.

Kegiatan dibuka Agus Suseno SSos MSI dan Wakil Rektor
Bidang Akademik Dr Musahadi MAg. Turut hadir Ketua KPU Jateng Drs Joko Purnomo.
Moderator Wahyu Setiawan S.Sos MSI.

Dekan
FISIP UIN, Dr Muchyar Fanani menyampaikan selaku narasumber bahwa hanya
demokrasi yang mampu bisa menjadi representasi al-Quran tentang al-Imron dan
surah as-Syuro. Demokrasi itu tidak bisa seratus persen dijalankan, tapi demokrasi
inilah yang bisa menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan modern.

“Penentu
pemilihan di setiap Pemilu maupun Pilkada itu adalah pemilih pemula, dalam hal
ini salah satunya adalah mahasiswa. Mahasiswa memegang peranan penting dalam
menentukan nasib bangsa ini. Misalnya saat kemerdekaan Soekarno dan Bung Hatta
masih muda, dialah yang menjadi motor proklamasi,” katanya.

Ia
menambahkan bahwa pemilu ini bukan untuk siapa-siapa. Pada hakikatnya, Pemilu
ini untuk pemilih. Sama seperti membangun universitas, bukan untuk birokrasi
melainkan untuk mahasiswa. Membikin negara ini bukan untuk para birokratnya,
bukan untuk para pejabat-pejabatnya, tetapi untuk rakyat.

“Sebanding
untuk itu, kita menggelar pemilu hakikatnya bukan untuk KPU, bukan untuk
Bawaslu bukan untuk DKPP tetapi untuk melayani pemilih agar menggunakan hak
pilihnya. Dan dalam arti luas untuk kita abdikan untuk rakyat dan bangsa
Indonesia. Dengan demikian, kapasitas pemilih harus kita pikirkan,”
ungkapnya.

Narasumber
lain, Sigit Pamungkas dari Komisioner KPU RI menambahkan bahwa Gerakan civil
society semakin menunjukkan pengaruhnya, dalam peta perpolitikan nasional. Menurutnya,
gerakan masyarakat sipil tersebut, dinilai semakin menonjol, khususnya dalam
mengutarakan calon-calon pemimpin.

Pelaksanaan
Pemilu 2014 pun, lanjutnya, bisa berubah dengan adanya desakan dan dorongan
dari civil society. Contoh nyata, adalah evaluasi kerja sama KPU dengan Lembaga
Sandi Negara (Lemsaneg).

“Jadi
kalau civil society cerdas, mereka enggak berani. Kalau sivil society ignore
(abai), mereka akan jalan. dengan semakin besarnya desakan dan kekuatan civil
society, pelaksaan pemilu bisa diselamatkan dari tangan-tangan yang ingin
bermain kotor, untuk meraih kekuasaan,” tambahnya.

Leave a Reply