Kegiatan seperti ini diharapkan tidak berhenti dalam sebuah program. Diharapkan agar Rumah Moderasi dapat memperluas cakupan tidak hanya menjadi program melainkan sebuah gerakan.
UIN Walisongo Online, Pekalongan – UIN Walisongo Semarang bersama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menggelar program penguatan moderasi beragama bagi dosen atau tenaga pengajar. Kegiatan penguatan dipusatkan di Kota Pekalongan, Jawa Tengah.
Ketua Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN Walisongo Semarang Dr. Imam Yahya, M.Ag. menjelaskan bahwa program penguatan moderasi beragama terjalin atas kerjasama dengan Direktorat Pendidikan Islam bersama LPDP Kementerian Keuangan. Kegiatan ini diikuti oleh 40 dosen atau tenaga pendidik dari tiga institusi, yaitu UIN Walisongo, UIN Salatiga dan IAIN Kudus.
Kegiatan dimulai pada hari Kamis, 8 Desember 2022 dan akan berakhir pada Senin 12 Desember 2022.
“Mudah-mudahan kegiatan ini bisa berkelanjutan di tahun depan. Mudah-mudahan semuanya dapat menjadi pelopor yang berkontribusi dalam menyebarkan moderasi beragama,” ujar Imam, saat pembukaan program penguatan moderasi beragama di Hotel Santika Pekalongan, Kamis, 8 Desember 2022.
Kegiatan ini dibuka oleh Rektor UIN Walisongo diwakili oleh Wakil Rektor III Dr. Achmad Arif Budiman, M.Ag. Dalam program penguatan ini, peserta akan didampingi para fasilitator dari UIN Walisongo, dan Kementerian Agama RI, serta dari Kementerian Agama RI.
Sementara itu, Dr. Achmad Arief Budiman, M.Ag. dalam sambutannya menegaskan bahwa moderasi beragama merupakan program mandatori. Bahkan moderasi beragama merupakan program nasional yang sudah masuk dalam RPJMN tahun 2020-2024.
Penguatan moderasi beragama diperlukan karena Indonesia secara sunnatullah terdiri dari beragam suku, etnis, serta agama. Moderasi beragama diperlukan karena Indonesia berdiri di atas kemajemukan, sehingga tantangan yang ada perlu dimanajemen dengan baik.
Indikator moderasi beragama ditetapkan oleh Kementerian Agama RI ada empat hal, yaitu toleransi, komitmen kebangsaaan, anti kekerasan serta akulturasi terhadap budaya lokal. Indikator tersebut menjadi alat untuk mengukur tingkat perilaku moderat.
“Program ini diharapkan mampu agar peserta dapat mengelola emosi, disiapkan semua agar lebih bijaksana,” ujar Arief.
Pihaknya mengapresiasi kegiatan seperti ini diharapkan tidak berhenti dalam sebuah program. Ia berharap agar Rumah Moderasi dapat memperluas cakupan tidak hanya menjadi program melainkan sebuah gerakan.
“Training moderasi sudah diikuti oleh Dosen, mahasiswa. Sehingga kegiatan tidak berhenti sebatas pada program, melainkan dikembangkan menjadi gerakan. Kalau sudah menjadi gerakan, jika program berhenti, gerakan akan tetap jalan berjalan,” tambahnya.
Seremoni pembukaan diakhiri dengan foto bersama dengan para peserta. [Tim Humas]