HAJI

Saat ini pemberangkatan jamaah calon haji asal Indonesia  masih berproses dan sudah  lebih dari separohnya  sudah menejakkan kali di tanah suci.  Kita patut bersyukur bahwa  mereka pada akhirnya dapat berangkat, walaupun   harus menungu beberapa tahun, dan bahkan sebagian diantara mereka pada saat  akan

berangkat harus tertunda disebabkan adanya visa yang belum beres.  Namun kementerian agama kemudian bertanggung jawab untuk memberangkatkan mereka, walaupun harus sedikit tertunda dan  tidak bersama dengan kawan serombongan.

Kondisi tersebut sedikit banyak tentu akan mengganghgu jamaah yang terpisah dengan kelompoknya, walaupun  saat di tanah suci mereka kemudian disatukan kembali dengan rombongannya. Bahkan ada sebagian diantara mereka yang was was karena tas dan kopor mereka telah sampai lebih dahulu di tanah suci, namun semuanya dapat ditemukan dengan utuh.  Itulah sedikit dinamika pemberagkatan haji pada tahun ini, meskipun tidak terlalu fatal tetapi tetaplah mengganggu jamaah.

Tertundanya  sebagian visa tersebut disebabkan adanya pergantian proses pengurusan visa dari manual kepada melalui elektronik,  sehingga  menimbulkan sedikit masalah sebagaimana tersebut.  Memang perubahan tersebut sesungguhnya sudah diketahui sejak cukup lama, namun pada bagian pengurusan visa tersebut rupanya memang belum tune in betul dengan cara baru tersebut sehingga masih timbul persoalan, meskipun tidak fatal. Hanya saja hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki  pelayanan di tahun tahun mendatang.

Tentu kejadian tersebut akan dijadikan sebagai salah satu senjata pihak pihak tertentu yang menginginkan bahwa haji tidak dikelola oleh pemerintah sebagaimana yang selama ini selalu dimunculkan.  Namun  kalau dicermati sesungguhnya tidak mudah untuk megelola haji yang jumlahnya sangat banyak tersebut.  Bahkan kalaupun kemudian diputuskan untuk dikelola swasta, saya  dapat membayangkan betapa  semrawutnya dan  dapat dipasikan  akan terjadi  sesuatu yang tidak diinginkan.

Secara rasional, penyelenggaraan ibadah haji yang selama ini ditangani oleh kementerian agama sudah pas dan  lebih sedikit medlaratnya, hanya saja memang  masih dperlukan evaluasi dalam hal  profesionalitas para petugasnya, sehingga diharapkan  ke depan penyelengaraan haji akan lebih bagus  dan nyaman. Harus diakui bahwa saat ini penyelengaraan haji sudah lebih baik dibandingkan dengan masa lalu, dan  biaya perjalanan ibadah hai juga relatif lebih murah dengan pelayanan  yang lebih baik.

Memang pelaksanaan ibadah haji selalu saja dikaitkan denganberbagai persoalan yang sesunggunya tidak terkait langsung dengan iabadah haji itu sendiri, seperti persoalan pemondokan, makanan, bimbingan dan sejenisnya.  Ironisnya para petugas yang kewaqlahan melakukan pelayanan terbaik bagijamaah, selalu akan megakhirinya dengan pernyataan sabar, dan tidak boleh emosi.  Mungkin bagi sebagian jamaah akan  patuh dengan nasehat ersebut, tetapi bagisebagiannya pastilah tidak akan menggubris pernyataan tersebut, dan mereka meenuntut hal pelayanan yang terbaik.

Seharusnya  pertentangan mengenai sikap sabr yang dihubungkan dengan buruknya pelayanan tersebut tidak perlu terjadi, jika para petugas melakukan tugasnya secara profesional.  Jamaah akan dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk dan  khidmat.  Mereka sudah menunggu sekian tahun untuk dapat menunaikan ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima tersebut.  Nah, kalau kemudian pada saat mereka  mendapatkan giliran berangkat, kemudian harus menemukan pelayanan yang tidak bagus, tentu mereka akan merasakan kekecewaan.

Untunglah pada saat ini pelayanan secara umum terhadap para jamaah sudah cukup bagu,meskipun jumla jamaah yang harus dilayani  begitu besar, dan hal tersebut harus disyukuri dan  diapresiasi.  Barangkali yang sangat diperlukan bagi jamaah ialah bagaimana mereka mendapatkan enjelasan yang komplit mengenai manasik haji dengan benar, bahkan semenjak mereka  sebelum berangkat ke tanah suci.  Manasik tersebutlah yang pada hakekatnya akan menentukan  berhasil dan tidaknya mereka menunaikan ibadah haji tersebut.

Jangan sampai mereka sudah membayar mahal, sudah menunggu lama, tetapi nol sama sekali dengan persoala manasik, sehingga ibadah mereka berantakan dan tidak memenuhi  syarat rukunnya haji.  Kita tahu bahwa kebanyakan para jamaah  masih butaterhadap manasik haji, dan kalau manasik hanya dilakukan secara massal sebagaimana yang biasa dilakukan  selama ini, maka mereka yang tidak bisa, tetaplah tidak akan bisa mengerti manasik yang benar, bahkan termasuk hal hal yang menjadi sangat urgen, seperti pakaian ihram dan larangannya.

Selama ini persoala yang  tidak pernah selesai ialah masalah pakaia ihram.  Artinya pada saat mereka sudah memulai ihram dari miqat dengan niat umrah misalnya, karena mereka  akan melaksanakan haji tamattu’, seharusnya mereka mulai menjaga dirinya dari berkata tidak benar, bahkan disunnahkan untuk selalu membaca talbiyah, kemudian juga tetap menjaga pakaia ihramnya sampai menyelesaikan umrahnya dantahallul.  Akan tetapi yang kita lihat dan saksikan ialah bagaimana mereka justru dengan mudanya membuka pakaian, baik dengan melingkis  lengan baju bagi perempuan atau melepas kaos kaki dan sejenisnya.

Demikian juga ketika mereka sudah sampai di Makkah dan akan menunaikan umrah setelah menjalani  perjalanan jauh dari Madinah misalnya, kemudian mereka  melepas pekaian ihramnya disebabkan ingin mandi atau sekedar ingin berwudlu.  Inilah kesalahan besar  yang selalu dialami oleh para jamaah, karena tidak mendapatkan penjelsan mengenai manasik dengan jelas.  Melepas pakaian ihram  memang dimungkinkan, tetapi hanya di kamar mandi misalnya dan sendirian, selebihnya setelah keluar harus sudah  berpakaian ihram kembali.

Bahkan  yang sering dilakukan oleh parajamaah ialah pada saat  mereka wukuf di Arafah dan akan menunaikan shalat, mereka para jamaah perempuan berwudlu dengan melingkis  pakaian mereka, padahal  mereka sedang berihram dan diharamkan untuk membuka  bagian tubuh yang memang harus ditutup.  Demikian juga mereka melingkis  celana yang dipakai dengan enaknya.  Sunguh merupaka pemandangan yang sangat memperihatinkan bagi kita yang mengerti manasik.

Lantas bagaimana tanggung jawab para pebimbing haji yang dibiayai oleh pemerintah untuk membimbing para jamaah, agar mereka dapat melaksanakanhaji sebagaimana manasik yang seharusnya?.  Wallahu a’lam, karena  mungkin para petugas pebimbing ibaha haji tersbut juga tidak paham atau tidak nglegewo terhadap persoalan  tersebut, sehingga merek membiarkannya sedemikian rupa.  Lantas apakah mereka juga ikut berdosa atas kesalahan para jamaah?.  Jawabnnya juga pasti  wallahu a’lam bishshawab.

Dengan terulangnya kejadian seperti itu secara terus menerus setiap tahunnya, maka  disarankan kepada kementerian agama agar memperhatikan persoalan ersebut,dan menekankan kepada seluruh pembimbing jamaah haji untuk memperhatikannya dan berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan hal tersebut sejak di tanah air, bukan sekedar memenuhi kewajiban membimbing manasik secara umum, melainkan juga harus merasaa bertanggung jawab  atas kebenaan pelaksanaan iabadah haii seluru jamaah.

Barangkali para petugas yang selaa ini hanya diambilkan secara umum pada daerah masing masing, sudah saatnyalah untuk dilakukan perbaika, semacam persyaratan tertentu, seperti mereka harus mepunyai sertifikat sebagai pembimbing yang didapatkan dari lembaga yang bekerjasama dengan kementerian agama dalam  menyediakan para pebimbing profesional, sehingga ada jaminan bahwa para pebimbing tersebut memang profesional, baik dalam hal ibadahnya maupun dalam hal menejemennya.

Leave a Reply