FUHum UIN Walisongo Gelar Seminar Internasional Angkat Tema Tasawuf dan Tafsir Isyari untuk Moderasi Beragama

[:id]

UIN Walisongo Online: Semarang – Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum) UIN Walisongo bekerjasama dengan Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta, Republik Islam Iran menyelenggarakan seminar Internasional secara virtual, Selasa (27/10/20).

Acara yang bertema “Tasawuf dan Tafsir Isyari untuk Moderasi Beragama” diselenggarakan di Gedung ICT UIN Walisongo. Menghadirkan narasumber dari berbagai negara, materi dipaparkan secara virtual dari negara masing-masing.

Menurut Ketua Panitia, Dr. Mohamad Sobirin, tema di atas diangkat sebagai salah satu bahan kajian berbasisi moderasi beragama dan bervisi perdamian dunia.

“Sebagai kajian utama Prodi S2 IAT FUHum dan Jurnal Internasional Teosofia tentang tafsir isyari dan tasawuf berbasis moderasi beragama dan bervisi perdamain dunia. Selain itu, juga sebagai bahan kajian pendirian pusat budaya dan bahasa Persia serta Pusat Studi Filsafat dan Tasawuf di UIN Walisongo oleh ICC, Republik Islam Iran,” terangnya.

Tepat pukul 1 siang WIB, acara dimulai. Setelah peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya, Dekan FUHum Dr. H. Hasyim Muhammad menyampaikan sambutan. Sementara Sambutan kedua disampaikan ICC Prof. Dr. Abdul Majid Hakimelahi. Rektor UIN Walisongo Prof. Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag dalam kesempatan ini juga memberikan sambutan sekaligus membuka acara.

Setelah acara pembukaan usai, pembicara utama Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj memaparkan materinya. Salah satu poin yang ia sampaikan bahwa Islam tidak hanya bicara soal aqidah.

“Islam tidak hanya bicara soal aqidah dan syariah tetapi juga bicara soal akhlak dan adab,” terangnya.

Kyai Said juga mengatakan bahwa akhlak dan spiritual merupakan cara ampuh mewujudkan perdamaian dan melawan ekstremisme.

“Islam direduksi sebagai syariat dan aqidah, akibatnya adalah ekstremisme beragama dan konflik. Semestinya harus dipahami sebagai agama akhlak dan spiritual. Dengan akhlak dan spiritual, perdamaian agama hanya mungkin diwujudkan. Begitupula konflik serta ekstremisme beragama akan dieleminasi,” terangnya.

Selepas paparan Prof. Said, acara dilanjutkan Plenary Session pertama. Para narasumber dalam sesi pertama ini Prof. Dr. Abdul Majid Hakimelahi (Director of ICC-Jakarta), Assoc. Prof. Dr. Abdul Aziz Abbacy (Univeriste De Bouzareah Algeria), Prof. Dr. Syafa’atun Al-Mirzanah, D.Min. (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), dan Assoc. Prof. Dr. M. Muhsin Jamil (UIN Walisongo Semarang). Pleno pertama dimoderatori oleh M. Sihabuddin, M.Ag. dan Muhammad Faiq, M.A.

Sementara Plenary Session kedua, hadir Assoc. Prof. Dr. Mohsen Pakayin (Ambassador of Iran to Azerbaijan), Prof. Dr. Fuadzinaim bin Badaruddin (Universiti Kebangsaan Malaysia), Prof. Dr. Abdul Kadir Riyadi (UIN Sunan Ampel Surabaya) dan Prof. Dr. Suparman Syukur, M.A. (UIN Walisongo Semarang). Bertindak sebagai moderator dalam pleno kedua ini Muh. Makmum, M.Hum. dan Luthfi Rahman, M.A.

Salah satu narasumber Prof. Dr. Syafa’atun memaparkan bahwa tasawuf dapat melawan kelompok-kelompok ekstrem. Hal tersebut ia sampaikan dalam artikelnya yang berjudul “Mysticism Counter Acting Ekstremism”.

Sementara pembicara lain Assoc. Prof. Dr. M. Muhsin Jamil menjelaskan bahwa persoalan Islam di Indonesia.

“Menguatnya Islamisme sekaligus melemahnya Islam sipil di Indonesia terjadi pada saat prestiwa 212 hingga saat ini. Hal ini harus menjadi perhatian kita semua sebagai akademisi,” terangnya.

Selepas narasumber memaparkan materinya, moderator masing-masing sesi membuka tanya jawab. Acara pun selesai pukul 17.00 WIB. (FUhum/Humas)

[:]

Leave a Reply