[:id]UIN Walisongo Online; Semarang – Untuk memperkuat sumber daya manusia di bidang syariah dan hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, kembali menggelar diskusi dosen, Rabu, 25 Agustus 2019.
Diskusi dosen mendatangkan dua nara sumber, Afif Noor, M.Hum dan M Abdur Rosyid Albana, MH. Bertempat di ruang sidang dekan, dua dosen FSH itu memaparkan materi masing-masing. Afif memaparkan makalah tentang “Kontruksi hukum perjanjian lender dengan borrower dalam transaksi peer to peer lending syariah di Indonesia,”. Sementara Albana memaparkan makalah tentang “Tinjauan Hukum Zakat Profesi”.
Dalam pemaparannya, Afif melihat banyak lembaga keuangan yang menyalurkan uang secara online. Lalu bagaimana kontruksi hukum islamnya? lalu akad apa yang digunakan dalam konteks fikih muamalah?
Dijelaskan Afif, kontruksi hukum terhadap pembiayaan online kerap menjadi pertanyaan. Sebagai contoh, dalam fikih munakahat, jual beli yang dilakukan dengan cara menyicil ada konsep-konsep tertentu. Akad yang dilakukan versi online yang ramai berlaku saat ini tentu butuh penjelasan..
Dalam konteks ini, kegiatan pembiayaan online atau peer to peer lending menggunakan akad wakalah bil ujrah. Ada 3 pihak yang saling berkaitan yaitu market place, lender (investor) dan borrower (peminjam). Ikatan hukum antara tiga orang itu bagaimana menurut syariah?
“Berdasarkan penelitian saya, tidak ada hubungan langsung lender dan borrower secara langsung, karena difaslitasi market place. Dalam akad muamalah, antara peminjam dan yang dipinjami ini itu selesai. Tapi akad ini lewat market place. Dan market place tidak mungkin tidak mengeluarkan modal untuk menjalankan usaha, misalnya membeli domain,” ujarnya, menjelaskan.
“Di lapangan, ternyata peer to peer lending yang menggunakan akad kombinasi, yaitu akad wakalah bil ujrah dan akad lainnya,” tambahnya.
Afif menambahkan, dalam penelitian terhadap salah satu pembiayaan online, ada yang menggunakan wakalah bil ujroh yang diberlakukan kepada investor dan peminjam. Ujroh untuk keduanya bisa mencapai 2,3 persen hingga 4 persen dari total pembiayaan.
Jika satu orang peminjaman melakukan pinjaman Rp 1 juta, maka bisa dihitung total ujrah yang diterima market place.
“Kalau salah satu pembiyaaan online buat akad gunakan akad wakalah bil ujrah. Lalu market place menalangi akad menggunakan akad qardh (dana talangan). Setelah direview oleh market place ditampilkan data-datanya baru investor (lender) mendanai. Investor kemudian mendapat dana pokok dan ujrah. Lalu dibuat akad,” tambahnya.
Zakat Profesi
Pemakalah yang lain, Rosyid Albana menerangkan, bahwa zakat profesi menyangkut penghasilan dan hukumnya wajib. Penghasilan apapun wajib dikenakan zakat.
“Dosen, pengacara, mubaligh perlu mengeluarkan uangnya untuk bayar zakat,” katanya.
Lalu gimana dengan usaha-usaha di zaman modern, misalnya youtuber. Apakah mereka wajib bayar zakat. Menurut Albana, profesi youtuber wajib membayar zakat jika itu telah mencapai nisab.
“Zakat menghitung atas harta, bukan orang. Berapa? Lebih cocok mana kalau dianalogikan ke perdagangan, zakat, atau perak, yaitu 2,5 persen,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator tim diskusi dosen FSH, Nur Hidayati Setyani, SH, MH mengatakan, diskusi dosen menjadi momentum untuk menggairahkan iklim intelektuali di lingkungan FSH. Diskusi menjadi salah satu cara untuk peningkatan sumber daya manusia khususnya bagi tenaga pendidik.
Nur Hidayati mengatakan, diskusi dosen digelar rutin tiap dua pekan sekali atau dua kali dalam sebulah. Nara sumber dalam diskusi adalah dosen-dosen yang mumpuni, dikolaborasikan dengan dosen muda. Sementara peserta adalah semua dosen di lingkungan fakultas syariah, termasuk para calon dosen.
“Diskusi tahun 2019 ini sudah berlangsung sejak awal tahun. Semoga diskusi bisa konsisten sampai akhir tahun, dan menjadi gairah untuk peningkatan SDM kita,” katanya. (*)[:]