[:id]UIN Walisongo Online; Semarang- Pascasarjana UIN Walisongo gelar seminar nasional dengan tema “Masa Depan Indonesia di Kancah Global: Peluang dan Tantangan”. Meskipun proses demokrasi di Indonesia dianggap berhasil, namun beberapa problem masih mengganggu proses tersebut. Diantaranya yakni masih rendahnya etika politik para tokoh dan munculnya ideologi transnasional yang dianggap radikal dan antitoleran hal ini disampaikan Profesor Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Masykuri Abdillah saat berikan materi pada kegiatan seminar tersebut.
“Hingga kini, masih ada perdebatan tentang agama dan demokrasi. Karena, dalam teori sekularisme dan modernisasi, agama dianggap sebagai kekuatan otoritarianisme,” papar Masykuri di Hotel Pandanaran, Kamis (21/11).
Lanjut dia, banyak sarjana beranggapan agama dan demokrasi tidak kompatibel. Akan tetapi, sebagian yang lain menggangap agama bisa kompatibel dengan demokrasi jika diinterpretasikan secara progresif.
Sementara itu, Doktor Kajian Timur Tengah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr Ibnu Burdah menjelaskan tentang penyebab perpecahan. Prose perubahan di dunia Arab dalam satu dekade ini menurut dia, dapat dijadikan pelajaran bagi negara Indonesia. “Keduanya sama-sama memiliki mayoritas penduduk yang memeluk agama Islam,” jelas dia.
Sumber kekuasaan di sejumlah negara Arab tidak lagi hanya berasal dari senjata, otoritas kabilah, ataupun otoritas keagamaan. Rakyat menjadi aktor baru dalam lansekap sosial dan politik di dunia Arab.
Buta Aksara Arab
Adapun, Profesor Sejarah Peradaban Islam UIN Walisongo Semarang, Prof Dr Hj Sri Suhandjati, mengungkapkan berdasarkan penelitian Perguruan Tinggi Ilmu Alquran, Jakarta, 65 persen masyarakat Indonesia buta aksara Arab. Hal itu merupakan dampak dari penjajajan yang menimpa negara Indonesia.
Agama Islam, lanjut dia, mendorong pemeluknya untuk menciptakan kebudyaan. Sejarah telah mencatat keberhasilan umat Islam dalam menciptakan kebudayaan di berbagai bidang seperti pada masa daulah Bani Abbasiyah, Bani Umayah di Andalusia dan lainnya.
“Kunci keberhasilan itu antara lain terletak pada keteguhan akidah dan sikap terbuka dalam mencipta dan mengembangkan kebudayaan,” paparnya.
Walisongo, lanjut dia, menjelaskan tentang pokok ajaran Islam melalui akulturasi budaya. Dua kalimat syhadat disosialisasikan secara berkesinambungan melalui gamelan dan wayang. Di samping itu walisongo juga berinovasi dalam berbagai bidang. Sehingga, dapat memberikan solusi menghadapi problem kehidupan.”Mereka meningkatkan keterampilan dalam berbagai hal seperti mengaji, bertani dan berdagang,” imbuhnya.[:]