RATUSAN MAHASISWA ILMU FALAK UIN WALISONGO SEMARANG LAKUKAN OBSERVASI FENOMENA SEMARANG TANPA BAYANGAN

[:id]

Menjelang tengah hari Kamis 11 Oktober 2018, ratusan Mahasiswa S1, S2 dan S3 Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang berkumpul di alun – alun fakultas Syari’ah UIN Walisongo Semarang untuk melakukan Observasi fenomena Semarang tanpa bayangan. Fenomena ini disebabkan karena Matahari berkulminasi di zenith kota Semarang. Fenomena alam ini cukup unik karena hanya terjadi dua kali dalam satu tahun.

Sebelum diadakan observasi, Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag selaku Kaprodi S2 Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang memberikan sambutan dan menjelaskan pentingnya acara obervasi fenomena alam ini. “Observasi hari tanpa bayangan di Semarang juga merupakan acara untuk mentadaburi ayat kauniyah Allah. Setiap harinya pada tengah hari dari hari ke hari, panjang bayangan benda  berubah – ubah tergantung nilai deklinasi Matahari. Hal ini sesuai dengan Firman Allah pada surat al-Furqan ayat 45”, terang Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag

Pada acara observasi ini, beberapa mahasiswa S2 Ilmu Falak juga memberikan materi tentang siklus pergerakan semu tahunan Matahari yang menjadi sebab pergeseran nilai deklinasi dari waktu ke waktu. “Secara geosentris lingkaran ekliptika yang merupakan lintasan gerak semu tahunan Matahari memotong lingkaran equator dan membentuk sudut 23o 26’ 7’’. Pada hari ini posisi Matahari di lingkaran ekliptika berada pada 7o di selatan equator maka saat itu Matahari akan berkulminasi di zenith daerah yang memiliki lintang -7o, seperti kota Semarang. Di saat itulah pada tengah harinya, benda tegak lurus yang terkena sinar Matahari tidak memiliki bayangan, kata Syaoqi Nahwandi, Mahasiswa S2 Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang.

Syaoqi menjelaskan bahwa melintasnya Matahari tepat di atas kepala pengamat (zenith) tidak terjadi pada setiap tengah hari. “Fenomena ini hanya akan terjadi saat nilai kemiringan Matahari dari equator atau deklinasinya senilai dengan lintang tempat dan hanya terjadi dua kali dalam satu tahun”, kata Syaoqi.

“Saat deklinasi Matahari senilai dengan lintang tempat, pada tengah harinya benda tegak lurus pada bidang datar yang tersinari oleh Matahari tidak memiliki bayangan. Pada saat itu pula penentuan arah Utara dan Selatan Sejati dengan bantuan bayangan benda pada saat kulminasi Matahari tidak dapat dilakukan”, tambah Syaoqi.

Himmatur Riza, Mahasiswa S2 Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang juga menjelaskan tentang hubungan fenomena hari tanpa bayangan dengan Rashdul Qiblat. “Pada hari ini terjadi fenomena hari tanpa bayangan di kota Semarang. Pada hari ini pula, fenomena Rashdul Qiblat atau bayangan benda menunjukkan arah Qiblat tidak ada. Jika secara perhitungan ada, maka pengamatan Rashdul Qiblat tidak memungkinkan karena waktu terjadinya Rashdul Qiblat sangat mendekati waktu kulminasi Matahari. Sehingga bayangan benda sangat pendek atau sudah tidak dapat diamati lagi,” kata Riza.

Pada pukul 11.26 WIB, semua peserta acara observasi Semarang tanpa bayangan terlihat fokus mengamati tongkat Istiwa dan instrumen Istiwa’ain yang telah dipasang sebelumnya. Dan terbukti pada jam tersebut, tongkat Istiwa yang berdiri tegak pada bidang datar tidak memiliki bayangan. Dua menit kemudian, bayangan tongkat Istiwa’ mulai muncul dan berada di sisi timur tongkat Istiwa’ yang menjadi tanda masuknya waktu shalat Dzuhur.

“Momen fenomena Semarang tanpa bayangan ini juga dapat dijadikan sarana untuk meneguhkan pentingnya melakukan observasi. Rumus – rumus pada ilmu falak lahir dari hasil observasi. Walaupun rumus – rumus sudah banyak, observasi juga sangat penting untuk memverifikasi hasil hisab. Saat observasi ditinggalkan maka kreatifitas dan inovasi dalam perkembangan ilmu falak akan hilang”, tegas Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag

[:]

Leave a Reply