[:id]
UIN Walisongo Online; Semarang- Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan tanggal 22 Oktober merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik tanggal 10 Nopember 1945 yang kita diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Hari ini seluruh keluarga besar UIN Walisongo gelar upacara bendera dalam rangka peringati hari santri nasional, upacara bendera yang berlangsung di halaman Ma’had Al-Jam’iah Walisongo ini diikuti dengan hikmat oleh seluruh civitas akademika UIN Walisongo Semarang.
Ada hal yang berbeda pada peringatan hari santri nasional tahun ini yaitu seluruh keluaraga besar UIN Walisongo diwajibkan mengenakan pakaian ala santri, bagi laki-laki diwajibkan mengenakan baju putih bersarung dan berpeci sedangkan perempuan diwajibkan mengenakan baju putih bersarung/rok dan berkerudung putih, kewajiban berpakaian ala santri ini berlaku hanya untuk hari selasa tanggal 22 Oktober 2019.
Upacara hari santri ini sebagai bentuk perwujudan kecintaan UIN Walisongo semarang terhadap kultur santri, sesuai yang disampaikan oleh pembina upacara Prof Dr H Imam Taufiq MAg selaku rektor UIN Walisongo dalam sambutannya
“Santri adalah sosok yang bersahaja, mandiri, tanggung jawab dan penyebar kedamaian untuk sesama, hari ini kita semua melakukan upacara dalam rangka hari santri nasional oleh karna itu kita harus bisa jadi suritauladan bagi sesama dengan menyandang nama santri wajib bagi kita untuk selalu bisa menyebar kedamaian bagi sesama” terangnya
Dalam penyelenggaraan Hari Santri Nasional, setiap tahunnya Kementerian Agama merilis Sambutan Menteri Agama RI pada Upacara Peringatan Hari Santri Nasional. Pun pada perhelatan di tahun 2019 ini. Kemenag telah mengeluarkan teks sambutan yang akan dibacakan oleh pembina upacara peringatan Hari Santri Nasional 2019.
“Hari ini saya akan membacakan sambutan Menteri Agama Republik Indonesia, semoga kita semua bisa menghayati dan menelaah dengan baik sambutan Menteri Agama Republik Indonesia tersebut” tegasnya
Selanjutnya Prof Dr H Imam Taufiq MAg membacakan sambutan Menteri Agama Republik Indonesia sebagai berikut;
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saudara-saudara santri di seluruh Tanah Air yang saya banggakan. Dalam suasana memperingati Hari Santri tanggal 22 Oktober 2019, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, semoga rahmat, berkat, dan perlindungan-Nya senantiasa menyertai kita semua.
Saudara-saudara sekalian,
Sejak Hari Santri ditetapkan pada tahun 2015, kita selalu menyelenggarakan peringatan setiap tahunnya dengan tema yang berbeda. Secara berurutan pada tahun 2016 mengusung tema Dari Pesantren untuk Indonesia”, tahun 2017 “Wajah Pesantren Wajah Indonesia” , dan tahun 2018 “Bersama Santri Damailah Negeri”.
Meneruskan tema tahun 2018, peringatan Hari Santri 2019 mengusung tema “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”. Isu perdamaian diangkat berdasar fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian. Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama. Sikap moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat yang plural danmultikultural. Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terwujud. Semangat ajaran inilah yang dapat menginspirasi santri untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia.
Saudara-saudara yang berbahagia,
Setidaknya ada sembilan alasan dan dasar mengapa pesantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian.
Pertama; Kesadaran harmoni beragama dan berbangsa. Perlawanan kultural di masa penjajahan, perebutan kemerdekaan, pembentukan dasar negara, tercetusnya Resolusi Jihad 1945, hingga melawan pemberontakan PKI misalnya, tidak lepas dari peran kalangan pesantren. Sampai hari ini pun komitmen santri sebagai generasi pecinta tanah air tidak kunjung pudar. Sebab, mereka masih berpegang teguh pada kaidah hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman).
Kedua; Metode mengaji dan mengkaji. Selain mendapatkan bimbingan, teladan dan transfer ilmu langsung dari kiai, di pesantren diterapkan juga keterbukaan kajian yang bersumber dari berbagai kitab, bahkan sampai kajian lintas mazhab. Tatkala muncul masalah hukum, para santri menggunakan metode bahsulmasail untuk mencari kekuatan hukum dengan cara meneliti dan mendiskusikan secara
ilmiah sebelum menjadi keputusan hukum. Melalui ini para santri dididik untuk belajar menerima perbedaan, namun tetap bersandar pada sumber hukum yang otentik.
Ketiga; Para santri biasa diajarkan untuk khidmah (pengabdian). Ini merupakan ruh dan prinsip loyalitas santri yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan realitas kebutuhan sosial.
Keempat; Pendidikan kemandirian, keija sama dan saling membantu di kalangan santri. Lantaran jauh dari keluarga, santri terbiasa hidup mandiri, memupuk solidaritas dan gotong-royong sesama para pejuang ilmu.
Kelima; Gerakan komunitas seperti kesenian dan sastra tumbuh subur di pesantren. Seni dan sastra sangat berpengaruh pada perilaku seseorang, sebab dapat mengekspresikan perilaku yang mengedepankan pesan-pesan keindahan, harmoni dan kedamaian.
Saudara-saudara sekalian,
Adapun alasan yang Keenam adalah lahirnya beragam kelompok diskusi dalam skala kecil maupun besar untuk membahas hal-hal remeh sampai yang serius. Dialog kelompok membentuk santri berkarakter terbuka terhadap hal-hal berbeda dan baru.
Ketujuh; Merawat khazanah kearifan lokal. Relasi agama dan tradisi begitu kental dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pesantren menjadi ruang yang kondusif untuk menjaga lokalitas di tengah arus zaman yang semakin pragmatis dan materialistis.
Kedelapan; Prinsip maslahat (kepentingan umum) merupakan pegangan yang sudah tidak bisa ditawar lagi oleh kalangan pesantren. Tidak ada ceritanya orang-orang pesantren meresahkan dan menyesatkan masyarakat. Justru kalangan yang membina masyarakat kebanyakan adalah jebolan pesantren, baik itu soal moral maupun intelektual.
Kesembilan; Penanaman spiritual. Tidak hanya soal hukum Islam (fikih) yang didalami, banyak pesantren juga melatih para santrinya untuk tazkiyatunnafs, yaitu proses pembersihan hati. Ini biasanya dilakukan melalui amalan zikir dan puasa, sehingga akan melahirkan fikiran dan tindakan yang bersih dan benar. Makanya santri jauh dari pemberitaan tentang intoleransi, pemberontakan, apalagi terorisme.
Saudara-saudara yang berbahagia,
Di samping alasan pesantren sebagai laboratorium perdamaian, keterpilihan Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) sejak 2 Januari 2019 hingga 31 Desember 2020, dimana bargaining position Indonesia dalam menginisiasi dan mendorong proses perdamaian dunia semakin kuat dan nyata, menjadi momentum bagi seluruh elemen bangsa, terutama kalangan santri Indonesia agar turut berperan aktif dan terdepan mengemban misi dan menyampaikan pesanpesan perdamaian di dunia intemasional.
Saudara-saudara sekalian,
Akhirnya kita juga patut bersyukur karena dalam peringatan Hari Santri Tahun 2019 ini terasa istimewa dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Dengan Undang-Undang tentang Pesantren ini memastikan bahwa pesantren tidak hanya mengembangkan fungsi pendidikan, tetapi juga mengembangkan fungsi dakwah dan fungsi pengabdian masyarakat. Dengan Undang-Undang ini negara hadir untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi kepada pesantren dengan tetap menjaga kekhasan dan kemandiriannya. Dengan Undang-Undang ini pula tamatan pesantren memiliki hak yang sama dengan tamatan lembaga lainnya.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya ucapkan “Selamat Hari Santri 2019, Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia”.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kegiatan upacara bendera hari santri nasional ini diakhiri dengan foto bersama dan makan pagi bersama.[:]