[:id]
SEMARANG- Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat UIN Walisongo menggelar Launching Majalah Soeket Teki dan Dialog Sastra bersama sastrawan asal Banyumas, Ahmad Tohari.
Acara yang diselenggarakan di Auditorium I Kampus 1 UIN Walisongo, Semarang ini dipadati peserta yang antusias mendengarkan sang sastrawan yang didampingi Triyanto Triwikromo.
“Kalian semua bisa menjadi sastrawan apabila mau memproses diri,” kata sastrawan yang kerap disapa Kang Tohari, Kamis, 6 Desember 2018.
Penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk ini berujar, proses diri bisa diawali dengan meyakini bahwa sastra itu penting. Setelah itu, melalui kegiatan membaca dan berdiskusi hingga proses terus berlanjut dengan menulis setiap hari.
“Belajar menulis itu sampai melampaui diri. Ya seperti mas Triyanto ini yang telah melampai diri saya. Jadi kalian terus latih dan lampauilah Triyanto,” tambahnya.
Mengangkat tema “Apa Kabar Kesusastraan Indonesia”, menurut Kang Tohari, tidak perlu khawatir akan keberadaan karya sastra Indonesia. Sebab, karya sastra berdasarkan jumlah maupun penulisnya masih banyak.
“Menggeludak banyak sekali. Di mana-mana ada sastrawan. Diantaranya dalam ontologi cerpen Dialog Rajam ini,” katanya lagi.
Bicara soal sastra, menurutnya, sastra tidak lepas dari bahasa. Sastra akan menggunakan bahasa sebagai wahana bersastra.
“Jika ditanya, sastrawan sekarang menggunakan bahasa seperti apa? Tentu saja dijawab, bahasa yang berlaku saat ini, yang enak dibawa di masa kini. Saya pun mengubah bahasa lama menjadi bahasa pada masa saya. Jadi, silahkan bersastra menggunakan feeling, selera dan gayamu pada masa mu, jangan masa lalu. Namun, kaidah-kaidah bahasa Indonesia harus dijaga,” katanya saat menjawab pertanyaan salah seorang peserta.
Kang Tohari juga berpesan, untuk terus menulis dan pantang merasa puas dengan karya sendiri. Sebab, merasa puas akan menjadikan diri membeku dan menjadi fosil.
“Puas boleh, kalau suda seperti saya. Umur saya kan sudah tidak produktif lagi,” tutupnya.
[:]