[:id]UIN Walisongo Online; Semarang – Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kelurahan Bringin, Ngaliyan. Kerjasama dengan Forum Literasi Media (FLM) UIN Walisongo Semarang gelar Sosialisasi dan Diskusi Literasi Media. Sosialisasi ini diikuti 44 pelajar dan mahasiswa kelurahan bringin masing-masing perwakilan dari ke 22 RW Se-Kelurahan Bringin. Acara berlangsung di Aula Balai Desa Bringin. Hari Minggu (01/12)
Sosialisasi dibuka oleh Carik Kelurahan Bringin, Hartono SE setelahnya pemaparan materi dari ketua LPMK Kelurahan Bringin Najahan Musyafak dan dilanjut Focus Group Discoussions (FGD) yang diapandu oleh Tim dari Forum Literasi Media UIN Walisongo Semarang antara lain ; Imam Syafii, Faida Khoirurrahmah dan Ida Rahmiati.
Tujuan dilaksanakannya Sosialisasi ini yaitu untuk membentuk pelajar dan mahasiswa kelurahan Bringin yang kritis dan bijak dalam bersosial media. Selain itu juga untuk mengumpulkan pemuda Bringin agar tetap terjalin tali silaturahmi yang baik.
“Tujuan kami membuat sosialisasi dan forum ini yaitu untuk mengumpulkan pemuda Bringin agar tetap satu dan terjalin tali silaturahmi yang baik juga pentingnya pemahaman literasi media oleh pemuda-pemuda,” ucap Najahan dalam pemaparan materi.
Carik kelurahan bringin mengaku pertama kali mendapat materi Literasi Media ini bahkan sangat antusias menerima materi literasi media dari ketua LPMK dan menyambut baik diadakannya sosialisasi ini.
“Jujur, saya baru pertama ini menerima sosialisai tentang Literasi Media, ini sangat baik dan penting untuk kita agar dapat menerapkan dalam bersosial media yang bijak,” tuturnya.
Kegiatan selanjutnya yaitu Diskusi Media yang dipimpin oleh Presiden Forum Literasi Media UIN Walisongo Imam Syafi’i yang membagi 3 kelompok dengan 3 Kata Kunci yaitu berita hoax, clickbait dan ujaran kebencian. Perwakilan kelompok diberikan waktu untuk presentasi hasil diskusi serta saling memberikan tanggapan dan feedback.
Respati Delimfo Salah satu peserta dari RW 19 yang masih sekolah di SMAN 3 Semarang berpendapat bahawa Ujaran Kebencian paling sering terjadi saat masa-masa pemilu. Bahkan dari ujaran kebencian untuk menghujat salah satu paslon itupun sampai bisa berujung putus pertemanan parahnya lagi kekerasan fisik. Namun ternyata tidak jauh-jauh dari fenomena pemilu, kita sendiri bisa melakukan tindakan buruk ini kapanpun jika sedang kesal dengan teman lalu melontarkan ujaran kebencian yang kata-katanya provokasi dan hinaan.
“Dekat dengan kita sebenarnya sering kok kita menemui ujaran kebencian di sosial media, misal lewat story whatsapp mengolok-olok teman dan bentuk lainnya, bahkan secara tidak sadar kita para netizen sering juga menjelek-jelekan artis atau publik figur jika melakukan kesalahan yang sebenarnya itu tidak tepat dilakukan. Karena dengan kita melontarkan ujaran kebencian kita bisa terjerat hukum dan UU ITE,” pungkas Respati.[:]
Kereeennnnn ternyata ada komunitas pengawas media di kalangan mahasiswa