[:id]UIN Walisogo Online, Seamarang- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) selenggarakan diskusi publik bertajuk Moderasi Islam di Dunia Virtual bertempat di gedung A lantai 3 Aula FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Jum’at (28/2/2020). Kegiatan ini merupakan rangkain kegiatan dalam menyambut Dies Natalis UIN Walisongo ke 50.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor I, Dr. H. M. Mukhsin Jamil, M.Ag mengucapkan terima kasih atas kehadiran Prof. Dr. Nadirsyah Hosen, Ph.D, pengajar di Monash University, Australia yang merupakan narasumber dari kegiatan tersebut.
“saya ucapkan terima kasih atas kehadiran Gus Nadir yang bersedia menjadi narasumber dalam acara ini, semoga bisa memberikan wawasan baru bagi mahasiswa untuk mengatur, memandu serta menengahi komunikasi interaktif, baik yang berbentuk lisan ataupun tulis ditengah maraknya isu radikalisme dan intoleransi beragama”, tuturnya.
Dalam diskusi, Gus yang aktif berselancar di Twitter tersebut menjelaskan tiga indikator dalam melihat seseorang radikal. Pertama, dalam hal keyakinan ia mudah mengkafirkan orang yang berbeda pandangan dengan dirinya. Paham mengkafirkan orang ini lazim dikenal dengan istilah takfiri. Seringkali perbedaan pendapat tersebut tidak menyentuh ranah yang prinsipil (ushuliyah), tetapi hanya sebatas dalam kerangka ubudiyah yang sifatnya furu’ (cabang).
Kedua, dalam tindakannya ia membunuh orang lain tanpa alasan yang dapat dibenarkan.Orang radikal seringkali merasa terpanggil untuk “berjihad” dengan membunuh sesama muslim maupun sesama manusia yang berbeda agama, tapi masih satu tanah air. Naluri kemanusiaannya tumpul akibat obsesi ingin masuk surga firdaus dengan jalan pintas. Setiap yang berbeda baginya perlu diserang dan dilenyapkan.
Ketiga, radikal adalah mereka yang ingin mengganti dasar negara yang sudah melalui kesepakatan pendiri bangsa yang terdiri dari berbagai elemen. Sistem yang ingin dijadikan sebagai pengganti itu bisa Negara Islam Indonesia (NII), khilafah, atau sistem bernegara lainnya yang di luar kesepakatan yang sudah ada.
Tak hanya itu, peran media sosial juga sangat penting di era milenial. Sikap moderat tak cukup kita terapkan dalam dunia nyata, tetapi juga pada dunia virtual. Hal ini dikarenakan interaksi manusia saat ini tak sedikit yang hanya melibatkan dunia digital, media sosial salah satunya.
Lebih lanjut, dengan gaya khas santainya, ia juga mencontohkan perilaku moderasi di era Rasulullah SAW, yakni mengenai kisah perjalanan sahabat mengenai shalat asyar yang dilakukan sahabat di awal waktu karena ragu ketika sampai tempat tujuan akan habis, dan sahabat lainnya yang lebih memilih menunda dulu sampai pada tempat tujuan.
“saat itu Rasullah SAW menerima aduan dari dua sahabat tersebut, dan Rasul tidak menyalahkan keduanya”, jelasnya.
Acara diskusi berlangsung sangat menarik dengan pembawaan narasumber yang lugas dan diselingi beberapa guyonan khas Gus Nadir. (TIM HUMAS).[:]