[:id]
Semarang- Fakultas Syariah & Hukum UIN Walisongo adakan kegiatan Pelatihan Keadvokatan Bagi Mahasiswa, kegiatan berlangsung di Aula I lantai II Kampus I UIN Walisongo ini dibuka secara Resmi oleh Wakil Dekan 3 FSH Moh Arifin, dalam kesempatan ini beliau menyampaikan pentingnya mahasiswa FSH untuk menjadi seorang advokat.
” Kiprah Mahasiswa FSH UIN Walisongo dalam keadvokatan sangat dibutuhkan ditengah masyarakat saat ini, oleh karna itu sangat penting bagi kalian mahasiswa FSH setelah lulus untuk berkonsentrasi menjadi advokat, keuntungan menjadi advokat antara lain mempunyai kolega banyak serta penghasilannya juga banyak, saya harapkan kegiatan ini memunculkan tunas muda advokat yang sukses nantinya” ungkap Moh Arifin dalam isi pembukaan kegiatan tersebut.
Kegiatan pelatihan ini rencananya berlangsung selama 2 hari yaitu hari rabu-kamis tanggal 11-12 Juli 2018. Pelatihan keadvokatan bagi mahasiswa ini hadirkan 3 narasumber yaitu :
- Sutrisno, S.Ag., SH., MH (Pengurus DPP APSI Jakarta)
- H. Misbahul Huda, SH., MHI (Advokat Senior, Dosen dan Alumni FSH UIN Ws)
- Faqihudin, S.HI., MH (Advokat, Dosen dan Alumni FSH UIN WS)
Lebih dari 50 Mahasiswa FSH hadiri kegiatan Pelatihan Keadvokatan ini, Rabu (11/7).
Dalam menanggapi sebuah tantangan materi hukum dalam provesi advokat sebenarnya bisa di lihat pada awal pendidikannya di perguruan tinggi Sementara itu berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat(3), Pasal 21 ayat(1) dan ayat(2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan profesi diselenggarakan oleh perguruan tinggi, karena perguruan tinggi berdasarkan undang-undang tersebut berhak menyelenggarakan program pendidikan tinggi dan dapat memberikan gelar akademik, profesi maupun vokasi. Bahkan dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa selain perguruan tinggi, dilarang memberikan gelar akademik, profesi atau vokasi.
“Ini berarti untuk menyelenggarakan pendidikan profesi advokat harus ada kerjasama antara perguruan tinggi dengan organisasi profesi advokat. Dengan kata lain organisasi advokat maupun perguruan tinggi hukum, masing-masing tidak dapat menyelenggarakan sendiri program pendidikan tersebut, tetapi harus bekerjasama. Selain itu permasalahan substansial lainnya adalah belum ditetapkan kurikulum baku untuk pendidikan tersebut dan masih menghadapi pula kendala tentang tersedianya tenaga pengajar yang profesional terutama di daerah-daerah.” Ungkap Sutrisno saat isi materi keadvokatan
Selanjutnya sutrisno menyampaikan “Yang menjadi sorotan saat ini adalah pendidikan strata-1 pada pendidikan tinggi hukum dianggap masih memiliki kelemahan dalam kemahiran dan ketrampilan hukum (competence and skill). Oleh sebab itu, kalau tidak ada komunikasi yang intens antara dunia profesi advokat dengan pendidikan tinggi hukum, maka masing-masing pihak dikhawatirkan kurang memahami tentang kondisi dan kebutuhan masing-masing dalam mengantisipasi penyiapan pendidikan khusus profesi advokat.” Imbuhnya
Menurut Misbahul Huda “ Perguruan tinggi dipandang perlu untuk menetapkan secara lebih spesifik output kualitas yang diharapkan dari dunia profesi advokat berkaitan dengan pendidikan khusus profesi advokat tersebut, dan sekaligus dipahami lebih dalam tentang kondisi kualitas lulusan strata-1 pendidikan tinggi hukum. Dengan demikian dapat ditentukan kualitas lulusan pendidikan khusus profesi advokat yang diharapkan, dan tingkat kekurangan berkaitan dengan kompetensi dan ketrampilan pendidikan strata-1 tersebut. Kekurangannya kemudian harus diisi dengan pendidikan khusus profesi hukum (advokat), agar kelak lulusan pendidikan khusus profesi advokat tersebut dapat sesuai dengan standar kualitas profesi hukum (advokat) yang diharapkan.” Ungkapnya saat isi materi keadvokatan
Faqihudin menambahkan “Pada dasarnya pendidikan keadvokatan merupakan pendidikan profesi, baik karena faktor tujuan, misi pendidikannya, kenyataan sejarah profesi hukum di dunia internasional, maupun karena ketentuan perundang-undangan yang menyangkut pendidikan profesi, baik berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.” Imbuhnya saat isi materi keadvokatan
[:]