UIN Walisongo Online, Pati – Sejumlah kiai pondok pesantren besar di Kabupaten Pati, Jawa Tengah meminta Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo agar dapat menyinergikan kebebasan mimbar akademik dan sisi kerohanian Islam. Hal ini dirasa penting sebagai identitas kampus Islam yang berkarakter.
Hal ini disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Ulum KH. Aniq Muhammadun, Pengasuh Pondok Pesantren Roudhoh At-Thohiriyyah KH. Ahmad Muadz Thohir dan Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda KH. Abdul Ghofar Rozin atau Gus Rozin, di kediamannya masing-masing, Jumat (5/3/2021).
Rektor UIN Walisongo Prof. Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag bersama Wakil Rektor I Dr. H. Mukhsin Jamil, M.Ag, Wakil Rektor II Dr. H. Abdul Kholiq, M.Ag, dan Sirojuddin Munir, MM bersafari ke kediaman para pengasuh pesantren untuk bersilaturrahmi sekaligus meminta masukan pengembangan institusi.
Di kediaman Kiai Aniq, UIN Walisongo harus mampu membentuk mentalitas mahasiswa agar mempunyai cara pandang Islam yang ramah. Kegiatan-kegiatan pembinaan terhadap mahasiswa agar diarahkan pembinaan akhlak, terutama bagi mahasiswa dari kalangan non santri.
“Terkadang memang mahasiswa ke UIN itu karena tidak diterima di universitas ternama. Namun saya kira UIN perlu mempertahankan mereka dengan penanganan ekstra. Mungkin di awal perkuliahan diminta belajar dan mengaji di pesantren,” katanya.
Ditambahkan Kiai Aniq, mahasiswa maupun lulusan UIN harus mempunyai akhlak yang baik. Pendidikan akhlak dapat dilakukan di pondok pesantren.
“Namun pertanyaannya, mereka mau atau tidak?” tambahnya.
Sementara itu, Kiai Muadz menyarankan agar kampus membuka mimbar akademik yang dapat mengasah mahasiswa mengembangkan kemampuan berfikir kritis. Kegiatan kerohanian perlu diperbanyak agar membentuk akhlak yang baik.
“Alumni yang dapat diandalkan akhlaknya itu dari IAIN atau UIN, dan itu beda sekali dengan yang lain. Jika ada informasi beasiswa kepada santri atau kampus berkolaborasi dengan pesantren, agar disosialisasikan. Kuncinya sosialisasi,” ucapnya.
Sementara Gus Rozin menyarankan agar kampus dapat mengimplementasikan kebijakan afirmasi terhadap pondok pesantren. Kendala umumnya bukan pada regulasi, melainkan di tingkat implementasi di lapangan.
Selain itu, UIN Walisongo dapat bersinergi program bersama dengan pesantren, misalnya program ekonomi pesantren berbasis ekonomi syariah atau program pengembangan pesantren berbasis arsitektur islam.
“Covid ini punya berkah. Pesantren punya aware pentingnya ruang isolasi, pentingnya sanitasi, dan sebagainya. Pesantren dan kampus bisa kerja bersama misal pengembangan ekonomi pesantren berbasis ekonomis syariah yang fokusnya pada penciptaan lapangan kerja di pesantren,” ujarnya.
“Atau program arsitektur islami di pesantren. Arsitek ini ini suatu kebutuhan, misalnya pesantren agar punya program yang dapat dibuat slide plane nya. Kampus bisa terlibat misalnya menugaskan mahasiswanya untuk membuat slide plane dengan wawancara gus atau kiyai, lalu mereka desainnya dan desainnya diakui,” tambahnya.
Rektor UIN Walisongo menyambut baik saran dan masukan dari para kiai pondok pesantren. Pihaknya berkomitmen untuk menindaklanjuti saran tersebut. (Tim Humas)