Tidak semua orang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Begitu pula dengan dari keluarga Desi Susanti, mahasiswi terbaik di UIN Walisongo Semarang dari Prodi Pendidikan Matematika. Dia berasal dari keluarga yang sebelumnya tidak pernah mengenal dunia perguruan tinggi. Pendidikan yang ditempuh kedua orangtua Desi hanya sebatas Sekolah Dasar, namun besar harapan kedua orang tuanya agar salah satu anaknya bisa kuliah dan menjadi orang sukses. Selama kurang lebih 18 tahun, mahasiswi asal Kediri ini belum pernah merasakan hidup jauh dari keluarga. Hingga akhirnya setelah lulus Madrasah Aliyah, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Semarang. Hal ini jelas membuatnya harus jauh dari orang tua dan merasakan pahit manisnya hidup di kota perantauan.
Awal menginjakkan kaki di Semarang, Desi memutuskan untuk tinggal di Ma’had Walisongo. Dikarenakan ini pertama kalinya Desi berada di kota perantauan, dia berpikir tinggal di lingkungan pondok akan lebih aman dan terbantu. Selama kurang lebih 3,5 tahun, Desi mengabdikan diri di Ma’had Walisongo, hingga akhirnya awal semester 8 dia memutuskan untuk pindah ke Pesantren Fadhlul Fadhlan.
Mengawali dunia perkuliahan, Desi sudah mampu beradaptasi dan menjadi mahasiswi pada umumnya. Diakuinya bahwa hampir satu tahun dia tidak mengikuti organisasi apapun. Dia fokus mengikuti perkuliahan dan kegiatan di Ma’had.
“Awal-awal kuliah tuh, jalan hidup saya kaya setrika, rutenya sama yaitu kuliah, perpus, kantin, ma’had. Begitu terus berjalan hingga 2 semester. Memang saat itu merasa belum ingin ikut organisasi apapun,” ucapnya.
Menginjak semester 3, Desi mulai menunjukkan kemampuannya dengan mengikuti ajang pemilihan Duta Matematika yang diselenggarakn oleh HMJ Matematika. Dari ajang tersebut, Desi berhasil keluar sebagai Duta Terbaik Matematika 2017. Pada tahun yang sama, Desi juga pernah menjuarai lomba Dai yang diselenggarakan oleh UKM Risalah. Adapun pencapaian tertinggi yang diraihnya, yakni mampu menjadi delegasi Fakultas untuk mengikuti ON-MIPA tingkat Jawa Tengah di Purwokerto. Selain itu, pada tahun 2018 Desi juga aktif menjadi anggota GenBI yang merupakan wadah perkumpulan penerima beasiswa dari Bank Indonesia.
Jejak akademik dalam proses penuntasan tugas akhir diakui Desi lumayan berliku. Awal mulanya, mahasisiwi ini sudah mengantongi tema yang akan diangkat dalam skripsinya pada akhir semester 6. Namun karena kurangnya motivasi internal menyebabkan skripsinya tidak berjalan lancar.
“Benar-benar harus dibutuhkan motivasi yang kuat untuk memulai bimbingan, menulis proposal, dan instrumen. Saya selama PPL di bulan Juli 2019 tidak pernah menyentuh skripsi sama sekali, dan hal ini terjadi sampai pertengahan semester 7,” imbuhnya.
Seusai menemukan kendala di skripsinya selama beberapa saat, akhirnya sekitar bulan November 2019, Desi mulai aktif menemui dosen pembimbing untuk konsultasi terkait tema skripsi yang akan diusungnya. Akhirnya mahasiswi ini selesai dalam menyusun instrumen penelitian pada awal Maret 2020. Namun, takdir berkata lain, penelitian yang rencananya akan dilakukan akhir Maret 2020, harus tertunda karena wabah covid-19 yang mulai meluas.
“Iya, instrumen saya sudah selesai, tinggal mau penelitian, ternyata ada wabah covid-19. Saat itu saya down dan bingung sendiri terkait penelitian saya bisa lanjut gak ya atau harus ganti judul lagi. Dulu saya mikirnya wabah ini akan menurun setelah lebaran sehingga saya bisa penelitian, eh ternyata bukannya turun malah naik,” tuturnya.
Merasa buntu dengan kebingungannya sendiri, akhirnya dia mencoba menghubungi dosen pembimbing dan menanyakan terkait kelanjutan penelitiannya. Akhirnya setelah melalui diskusi dengan dosen pembimbing, Alhamdulillah, penelitian tetap bisa dilaksanakan dengan sistem daring meskipun harus melalui sedikit perubahan pada metode dan instrumen penelitian.
Awal mulanya Desi tidak menyangka akan menjadi wisudawan terbaik universita, mengingat dia lulus pada semester 9, sedangkan banyak mahasiswa yang sudah lulus pada semester 7 dan juga memiliki IPK yang tinggi. Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil. Dia bersyukur dan percaya ini semua juga berkat doa dari orang-orang terdekatnya.
“Alhamdulillah, saya percaya ini semua karena doa dan berkah dari Yai saya, Yai Fadlolan. Saya percaya juga ada doa dari orang tua saya khususnya almarhumah ibuk yang selalu mendoakan saya jadi orang sukses. Tak lupa doa dari guru-guru saya juga saya percaya sangat berpengaruh. Tanpa doa dari mereka, saya tidak yakin bisa memperoleh pencapaian sebesar ini.“ Ungkapnya.
(Tim Humas)