UIN Walisongo Online, Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum RI Dr. H. Fadil Zumhana Harahap menyatakan bahwa konsep restorative justice bukan hal baru di negara Indonesia. Gagasan restorative justice adalah metode penyelesaian hukum, dengan cara melakukan restorasi atau pemulihan.
Pernyataan tersebut disampaikan saat menyambut kehadiran 204 orang rombongan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo yang melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Kejaksaan Agung, Kamis, 2 Juni 2022.
“Ini baru pertama kali menerima, kami menerima audiensi di tempat ini. Kami sangat senang hati menerima kehadiran mahasiswa ini karena aula terbatas 100 orang,” kata Jampidum, memulai pembicarannya, didampingi oleh Direktur Oharda Kejagung RI Agnes Triani SH MH.
Di depan ratusan mahasiswa, Jampidum mengisahkan awal mula gagasan restorative justice digalakkan. Kejaksaan melihat beberapa tahun terakhir penegakan hukum belum mampu memberikan keadilan bagi rakyat miskin. Hal itu kemudian dilakukan telaah dan pembahasan.
Kata Jampidum, konsep tersebut sudah disuarakan di berbagai institusi negara. Lalu dibuatkan ketentuan mengenai implementasi konsep ini, misalnya pelaku dengan ancaman pidana 5 tahun, bagi kurang mampu dan seterusnya.
“Yang pertama menggagas ini adalah Kejagung, baru Mahkamah Agung. Proses penegakan hukum yang tajam ke bawah ini mengusik rasa keadilan. Saya ikut ditugaskan menyukseskan program ini,” katanya.
Menurutnya, tugas utama jaksa adalah memburat surat dakwaan dan membuktikan dakwaannya. Hal demikian diatur dalam KUHAP, dimana dakwaan harus cermat, jelas dan lengkap. Jaksa jug harus menjelaskan isi dakwaannya. Oleh karena tupoksinya demimian, maka jaksa itu hanya berusaha buktikan dakwaannya.
“Jadi pola pikir ini yang pertama kita ubah.
Kalau ingin merubah paradigma jaksa dalam proses penegakan hukum, paradigma harus berubah, harus berani keluar dari kotak, harus beri hak keadilan dan menciptakan zona baru,” tambahnya.
Ia menceritakan bagaimana mengubah mindset pegawainya yang orientasi legal formil dengan sentuhan empati dan hati nurani. Menurutnya, jaksa yang baik harus hadir di tengah masyarakat. Jaksa tidak boleh menjadi musuh masyarakat.
“Kita harus berangkat dari kebersihan hati nurani untuk mendorong keadilan. Harus diasah itu ketajaman batinnya. Karena ketajaman batin itu syarat adanya restorative justice,” tandasnya.
Rombongan KKL dari UIN Walisongo dipimpin oleh Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Ahmad Izzuddin, M.Ag. Turut mendampingi para Kepala Program Studi, Sekprodi, Dosen Pembimbing Lapangan dan Panitia.
Selain ke Kejaksaan Agung, rombongan juga melaksanakan KKL ke Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. (Tim Humas)