UIN Walisongo Online, Semarang – KUPI Corner UIN Walisongo Semarang menggelar diskusi tentang konsep kafaah di Gedung ICT Center Kampus III, Rabu (26/07). Diskusi yang bertajuk ‘Pembacaan Konsep Kafa’ah dengan Pendekatan Qira’ah Mubadalah’ ini menghadirkan Dr Umniyatul Labibah, Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Banyumas dan Dr Faqihuddin Abdul Kodir, penggagas Qira’ah Mubadalah.
Kesempatan itu, Ibu Nyai Labibah, begitu Pengasuh Miftahul Huda Banyumas biasa disapa, mengingatkan ketika memaknai kafaah ini kurang sesuai dapat berdampak pada ketidakseimbangan dalam keluarga dan juga masyarakat. Pasalnya, kafaah sering dimaknai hanya sebatas mencari pasangan yang sesuai bobot, bebet dan bibit saja.
“Islam membawa misi kesetaraan dan ketakwaan, tidak melihat suku, ras dan etnis, memang makna kafaah kesamaan, namun apakah hanya sebatas kesamaan nasab, kesamaan harta, kesamaan profesi”, tanya Ibu Nyai Labibah, ketika memulai diskusi.
Arti kafaah, lanjut Ibu Nyai Labibah yang juga Doktor jebolan UIN Walisongo Semarang, memiliki makna seperti kata mumatsalah (mirip-mirip) atau musawah (keseimbangan). Dari kata ini sebenarnya konsep kafaah terbuka luas pemaknaannya, tidak sebatas hanya soal kenasaban saja.
“Kalau dalam hadis, memang ada yang membahas soal kriteria dalam memilih pasangan, yakni soal nasab, kecantikan, kekayaan dan ilmu agamanya. Dari hadis ini sering hanya dilihat dari nasabnya saja, padahal yang lebih penting melihat dari segi moralitas, kualitas dan tujuan dari pernikahan itu sendiri,” jelas Bu Nyai Labibah.
Senada dengan Ibu Nyai Labibah, Kang Faqih, sapaan akrab penggas Qira’ah Mubadalah, mempertegas soal pemaknaan konsep kafaah yang lebih luas.
“Pemaknaan kafaah, atau sekufu, masing-masing ulama berbeda pendapat, terkait makna sekufu, ada yang menyatakan hanya sekufu dalam agama yang boleh, karena kita tahu bahwa kafaah tidak menjadi syarat dan rukun dalam pernikahan,” kata Kang Faqih.
Bagi Kang Faqih, konsep kafaah bisa dimaknai kembali dengan arti kecocokan kesamaan visi misi untuk mengelola kehidupan rumah tangga. Sehingga tidak selalu harus cocok dulu 100%. karena esensi kafaah adalah sebuah komitmen berproses bersama menggapai tujuan pernikahan yang dicita-citakan bersama.
Sebagaimana esensi pernikahan adalah tanggung jawab untuk saling melengkapi sesuai keadaan pasangan,” pungkasnya.
Diskusi lmiah ini merupakan salah satu program rutin KUPI Corner UIN Walisongo Semarang. Diskusi kali ini dihadiri tidak kurang dari 135 peserta dari berbagai unsur, tidak hanya mahasiswa UIN Walisongo, tetapi juga ada mahasiswa dari IAIN Kudus, aktifis perempuan, perwakilan pusat studi Perempuan dan Anak dari berbagai kampus di Semarang salah satunya Kampus UNISSULA Semarang.
Dalam sambutannya, Ketua KUPI Corner menyampaikan terimakasih dan apresiasinya kepada Yayasan Fahmina, Pimpinan UIN Walisongo Semarang yang telah mensupport KUPI Corner dalam menjalankan program desiminasi dan pengarusutamaan konsep kesalingan, keadilan dan rahmat untuk kemanusiaan.