UIN Walisongo Online, Semarang – Lembaga Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) bekerja sama dengan KUPI Corner dan American Corner menggelar diskusi ilmiah dengan tema “Stop Sexual Abuse, Save Mental Health” alam rangka Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan. Kegiatan tersebut diselenggarakan di ruang American Corner UIN Walisongo Semarang pada Senin 25 November 2024. Kegiatan diskusi diikuti oleh lebih dari 100 peserta dari unsur dosen serta mahasiswa dari berbagai Fakultas dan organisasi tertentu, seperti UKM An Niswa, Fosia, Lingkar Psikologi FPK, Lembaga Layanan Berbasis Mahasiswa (Lavender dan LSAP). Acara tersebut dibuka oleh Titik Rahmawati, M.Ag. selaku ketua PSGA UIN Walisongo Semarang. Dalam sambutan pembukaanya, ia menyatakan bahwa sexual abuse dan mental health merupakan dua tema yang berkaitan dan sangat penting untuk di diskusikan, sebab riset menunjukkan bahwa angka kekerasan seksual tertinggi berada pada lingkungan pendidikan.
PSGA UIN Walisongo Semarang akan memberikan edukasi dan juga pendampingan terhadap siapapun yang menjadi korban pelecehan seksual, baik pendampingan secara psikologis ataupun secara hukum,” imbuhnya.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber yakni Vriska Putri R., M.Psi., Psikolog. dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan Dr. Kurnia Muhajarah, M.Ag. Direktur Kupi Corner. Kegiatan diskusi dipandu oleh Abdul Malik, M.Si. dari LP2M UIN Walisongo Semarang.
Pemateri pertama, Vriska Putri, menjelaskan bahwa korban pelecehan seksual tidak hanya tejadi pada perempuan tetapi juga laki laki, hanya saja angka korban pelecehan seksual terhadap perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Ia juga menekankan bahwa sebab terjadinya kekerasan seksual bukanlah kesalahan korban sepenuhnya.
“Seringkali perempuan disalahkan ketika memakai baju ketat ataupun keluar malam, karena dua hal itu dianggap sebagai penyebab mutlak terjadinya kekerasan seksual, padahal banyak perempuan yang memakai pakaian tertutup juga tetap menjadi korban, kejadian ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual terjadi bukan sebab baju ketat apalagi perkara sering keluar malam, tetapi memang dari internal pelaku yang tidak bisa menghandle nafsu nya sendiri,” tuturnya.
Senada, Kurnia Muhajarah menyatakan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi pada relasi antara suami dan istri, bahkan dalam hubungan ‘pacaran’ sekalipun (KDP). Respon sosial dalam menanggapi kasus ini adalah perempuan seringkali disalahkan bahkan oleh sesama perempuan.
“Ketika ada kasus kekerasan seksual, yang terjadi bukanlah women support women, tapi women judge women maka dari itu saya mengajak kalian semua untuk lebih aware dengan sesama manusia khususnya pada diri kita sendiri” jelasnya.
Lebih lanjut, Kurnia Muhajarah juga menjelaskan bahwa Pemotongan dan Pelukaan Genetalia terhadap Perempuan (P2GP) merupakan tradisi yang harus segera dihapuskan, sebab riset menunjukkan khitan terhadap perempuan tidak ada manfaatnya secara medis, justru malah membawa dampak negatif terhadap korban, beda lagi dengan khitan pada laki laki yang jelas mempunyai tujuan secara medis.
“Untuk teman-teman semua yang mungkin menjadi korban dari P2GP, mari potong rantai itu dengan selesai pada diri kalian sendiri. Jangan sampai anak kalian menjadi korban P2GP,” ajaknya.
Febriani Nur Islami salah satu peserta diskusi ilmiah merasa senang sekali dengan adanya diskusi ini. “Sebagai mahasiswa psikologi saya merasa relate sekali dengan isu yang didiskusikan, dengan seminar ini kita bisa belajar terkait intervensi psikologis yang tepat. Mengenai P2GP juga membahas kontroversi dari prespektif medis, sosial dan psikologis, ternyata P2GP juga berdampak negatif terhadap psikologis perempuan, jadi sudah semestinya kita mendukung penghapusan praktik tersebut,” ujarnya.