MAKNA LAILATUL QADAR BAGI UMAT ISLAM
Salah satu keistimewaan yang diberikan
oleh Allah swt. kepada umat Muhammad saw., yakni umat muslim dan tidak
diberikan kepada umat lainnya ialah adanya hitungan pahala yang berlipat
ganda. Dalam syari`at Islam orang yang
melakukan kebaikan satu akan dibalas oleh Allah swt. dengan sepuluh kali lipat,
sebaliknya apabila dia melakukan kejahatan, Allah hanya akan membalasnya sesuai
dengan kadar kejahatan yang dilakukannya.
(al-Qur’an
al-An`am ayat 161). Diceritakan oleh
imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya, konon ketika Nabi Muhammad saw. menerima perintah melaksanakan shalat fardlu
pada saat isra’ dan mi`raj, pertama kali Allah memerintahkan untuk dilaksanakan shalat sebanyak 50 kali, namun atas usul Nabi Musa, yang memberikan
pertimbangan bahwa umat Nabi Muhammad saw. tidak akan sanggup melaksanakannya
dengan disertai beberapa alasan yang rasional, lalu Nabi Muhammad saw. memohon keringanan dengan berkali-kali mondar
mandir mengahadap Allah swt., hingga
akhirnya shalat tersebut diwajibkan hanya 5 kali dalam sehari semalam
untuk Nabi dan umatnya. Walaupun demikian nilai pahalanya sama dengan
melaksanakan shalat 50 kali, karena setiap shalat pahalanya dilipatkan
menjadi sepuluh kali.
Belum
cukup dengan itu, dalam
imbalan pahala yang berlipat ganda sampai 700 kali bahkan bisa lebih banyak
lagi. Allah swt. berfirman yang artinya:
Perumpamaan orang yang membelanjakan
hartanya di jalan Allah itu bagaikan satu biji yang kemudian tumbuh menjadi
tujuh tangkai dan tiap-tiap tangkai tersebut membuahkan seratus biji. Allah
akan melipatgandakan (lagi) kepada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah itu
Maha Luas (pemberian-Nya) dan Maha Tahu.
Bahkan
lebih dahsyat lagi pada setiap bulan Ramadlan, Allah swt. memberikan satu malam diantara malam-malam di
bulan yang suci tersebut yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan. Malam nan Agung tersebut biasa disebut dengan
nama malam seribu bulan atau lailatul
qadar. Informasi mengenai lailatul qadar ini dapat dibaca
dalam
al-Qadar, yang artinya: Sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkan al-Qur’an
pada Lailatul Qadar. Tahukah kamu apa itu lailatul qadar. Lailatul
qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.
Malaikat dan Ruh turun pada malam itu dengan ijin Tuhan Mereka untuk
segala urusan. Damai dan sejahteralah
lailatul qadar itu hingga terbit fajar.
Sebagai
motivasi penyemangat ibadah
Demikian besar motivasi yang
diberikan oleh Allah swt. kepada umat Muhammad ini dalam rangka mendapatkan
pahala sebagai investasi dan bekal menempuh kehidupan akhirat yang kekal. Konon hal ini diberikan oleh Allah sebagai
imbangan terhadap umat terdahulu yang diberikan umur sangat panjang. Umat Nabi
Nuh misalnya dapat bertahan sampai seribu tahun, dan juga umat Nabi-Nabi lain
yang umur mereka mencapai ratusan tahun,
sehingga mereka dapat beribadah kepada Allah dalam waktu yang panjang dan
mendapatkan pahala yang sangat banyak..
Sedangkan umat Muhammad saw.
rata-rata hanya dapat bertahan sekitar enam puluh sampai tujuh puluhan
tahun, dan hanya beberapa saja yang menyentuh angka seratus, sehingga mereka tidak akan dapat mengimbangi
kebaikan umat terdahulu yang dapat mengumpulkan pahala cukup banyak
tersebut. Karena untuk kepentingan itulah, maka meskipun umat Muhammad saw. hanya diberikan umur yang pendek, tetapi tetap dapat mendapatkan pahala
yang cukup banyak, dan bahkan dapat melebihi yang dikumpulkan oleh umat
terdahulu yang dapat bertahan hidup dalam
masa ratusan tahun.
Sementara
itu apabila dipandang dari sisi lain, lailatul qadar ini sesungguhnya merupakan
suatu upaya rohani dalam rangka ketaatan yang tulus bagi setiap hamba
Tuhan. Sebagai sebuah upaya, lailatul
qadar ternyata mempunyai pengaruh luar biasa bagi umat yang taat. Bagaimana tidak, secara nalar sesungguhnya dapat dimengerti
apabila kewajiban puasa yang ditujukan kepada umat Islam satu bulan penuh di
bulan Ramadlan itu merupakan suatu beban tersendiri, yang tentunya akan
dirasakan sebagai suatu yang tidak ringan, lebih-lebih setelah berjalan sekian
lama, semakin mendekati akhir tentu penyakit lesu, lelah, capai, malas dan lain
sebagainya sering menghinggapi orang
yang berpuasa dan ibadah malamnya.
Tetapi dengan pemberian motivasi yang bermacam bentuknya, menjadikan
beban yang terasa berat tersebut justru
berbalik menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan dan bahkan dirindukan.
Berbagai
motivasi yang dapat direkam dari beberapa riwayat, antara lain: (1). Barang
siapa yang berpuasa di bulan Ramadlan ( dalam riwayat lain melakukan ibadah
malam Ramadlan) dengan didasari iman dan hanya
mencari keridlaan Allah semata, maka dosa-dosanya akan diampuni oleh
Allah swt., (2). Pada bulan Ramadlan pintu neraka akan
ditutup oleh Allah dan pintu surga dibuka-Nya lebar-lebar, serta setan dan
iblis dibelenggu, (3). Bau mulut orang
yang sedang berpuasa menurut Allah itu lebih harum ketimbang minyak misik, (4).
Awal bulan Ramadlan merupakan kasih sayang Allah, pertengahannya merupakan
ampunan-Nya dan akhir Ramadlan merupakan pembebasan Tuhan dari neraka (
bagi yang melakukan puasa di dalamnya), dan yang paling dahsyat adalah
diberikannya satu malam di bulan suci ini yang nilainya lebih baik ketimbang seribu bulan.
Khusus
lailatul qadar ini, Allah menempatkannya pada malam-malam sepuluh hari terakhir. Tentu hal ini bukan tidak ada maksud dan
tujuan. Secara nalar pula bahwa
menjalankan puasa dan ibadah shalat pada malamnya secara terus menerus, tentu akan
menimbulkan sedikit kelesuan dan kebosanan,
dan itu biasanya terjadi setelah berlangsung sekian lama.
Dalam satu bulan, setelah dua puluh hari berlangsung, tentu rasa capek
dan kebosanan akan menghinggapi setiap
orang. Justru karena itulah dalam rangka
memompa kembali semangat umat yang akan
loyo tersebut Allah memberikan motivasi yang sangat hebat pengaruhnya bagi
orang yang mengejar ridla dan pahala
dari-Nya. Lailatul qadar ternyata dapat
membangkitkan semangat yang menyala bagi
umat yang salih untuk tetap terus
memanfaatkan Ramadlan dengan penuh gairah dan
mengesampingkan rasa capek dan malas yang secara manusiawi akan menghinggapinya tersebut.
Menyikapi
Lailatul qadar
Lantas bagaimana sikap kita
sebagai muslim dalam menanggapi lailatul qadar yang diberikan oleh Allah
tersebut. Tentu tidak semua umat Islam
sepaham dengan pemaknaan malam nan Agung tersebut sebagai malam yang riil
diberikan Allah swt. kepada umat ini;
yang memahaminya sebagai suatu malam yang hanya sekali diberikan oleh Allah
swt, yaitu pada malam ketika al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan. Sementara ada sebagian umat yang memahaminya
sebagai simbol belaka dan tidak mungkin ada satu malam yang benar-benar
nilainya lebih baik daripada seribu bulan.
Ungkapan lailatul qadar hanyalah sekedar
sebagai bahasa isyarat untuk memeberikan motivasi beribadah kepada umat
Islam semata, dan tidak lebih dari itu.
Namun apapun pendapat mereka yang berbeda tentang pemaknaan lailatul qadar,
sesungguhnya kita dapat meyakini lailatul qadar sebagai malam yang memang agung
dan lebih baik daripada seribu bulan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah
swt.. Keyakinan tersebut juga dipupuk dengan praktek amaliah Nabi beserta para
sahabatnya yang senantiasa menantikan
lailatul qadar tersebut setiap akhir Ramadlan. Untuk itu Nabi saw. secara terus menerus
menganjurkan dan secara langsung mempraktekkannya dihadapan para sahabatnya untuk memperbanyak dzikir,
bertasbih, bertahmid, bertahlil, membaca al-Qur’an, bersedekah, beriktikaf di
masjid dan amaliah positif lainnya. Itu
semua dilakukan dalam rangka menyambut dan mendapatkan lailatul qadar yang
dijanjikan tersebut. Kalau lailatul
qadar hanya terjadi sekali saja pada saat diturunkannya al-Qur’an, tentu Nabi
tidak akan menganjurkan untuk
mencarinya. Kalaupun lailatul qadar
hanya sekedar simbol yang tidak riil sebagaimana dipahami sebagian ulama’ tempo
dulu, tentunya Nabi dan para sahabatnya tidak akan bersemangat untuk
mendapatkannya dengan berbagai amalan positif sebagaimana yang dijelaskan di
atas.
Pada akhirnya dalam mensikapi
lailatul qadar tentu kembali kepada masing-masing orang, tetapi yang perlu dicatat adalah gairah untuk
beribadah dan meraup pahala yang sebesar-besarnya, dengan melaksanakan aktifitas positif dan bermanfaat
bagi diri, keluarga, orang lain, dan lingkungan, di bulan suci ini perlu
dibangkitkan. Dan sekali lagi ini dapat
dipicu dengan keyakinan atas janji Tuhan mengenai lailatul qadar tersebut.
Semoga.