Semarang-Berbicara Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Binneka Tunggal Ika sebagai
Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara yang diprakarsai Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) melalui pimpinannya terdapat suatu problem epistemologi yang cukup
fundamental.
Hal ini disampaikan Prof. Dr. Kaelan saat menjadi pembicara dalam
Seminar Nasional yang diselenggarakan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA)
Walisongo di Auditorium I Kampus I IAIN Walisongo Semarang dengan tema
“Menggugat Empat Pilar Berbangsaâ€. Kamis (12/09).
“Empat Pilar sebagai sistem pengetahuan sudah seharusnya secara ilmiah
memiliki suatu dasar epistemologi yang jelas, menginggat Empat Pilar Berbangsa
dan Bernegara tersebut harus direalisasikian dalam suatu realiasi kongkrit
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,â€jelasnya.
Kaelan juga sebagai dosen Universitas Gajah Mada (UGM) tersebut menambahkan,
hal yang demikian ini jelas merupakan kesalahan kategori (category mistake)
karena secara epistemologis kategori pengetahuan Empat Pilar, itu bukanlah
merupakan kategori yang sama. “Ketidaksamaan itu berkaitan dengan realitas atau
hakikat pengetahuannya, wujud pengetahuan, kebenaran pengetahuannya serta koherensi
pengetahuannya,†ungkap Kaelan.
Oleh karena itu, Ia menyatakan seharunya Empat Pilar tersebut diletakkan
pada fungsi epistemologis masing-masing. Keempat kategori tersebut harus merupakan
suatu sistem epistemologis yang koheren. Hal ini sebagai suatu dasar
epistemologi agar dalam penjabaran beserta realisasinya tidak mengalami
ke-kacauan mengingat gerakan dan progam yang diprakarsai oleh para tokoh MPR
itu sangat mulia dan layak untuk didukung oleh seluruh elemen masyarakat dan
rakyat Indonesia.
Realisasi
Seminar Nasional yang dibuka oleh Siti Nur Faizah tersebut juga dihadiri
pembicara lain, seperti K.H. Masdar Farid Mas’udi, dan Dr. Tedi Kholiludin
serta sekitar 200 peserta dari mahasiswa IAIN Walisongo Semarang.
Muhammad Busro Asmuni ketua DEMA mengatakan tujuan diadakan seminar ini
diharapkan mahasiswa mengetahui masing-masing makna Empat Pilar tersebut
sebagai dasar negara, dan bukanya makna Empat Pilar tersebut disama artikan
sebagai dasar negara. Jikalau anggapan ini
tidak diubah maka akan diramalkan 10 tahun ke depan seperti ungkapan Francis Fukuyama
yaitu menuju negara yang gagal, ini bisa dilihat dari kesejahteraan yang belum
ada, teorisme semakin meningkat, serta korupsi dimana-mana.
Lain halnya Kaelan dan Busro, K.H Masdar Farid memberikan peryataan
berbeda. Ia mengatakan, amalkan apa yang sudah terwujud dari Empat Pilar
tersebut dari pada mencari kesalahan-kesalahan konsep yang sudah ada.
“Saya kira ada kesalahan pikir sehingga kebanyakan berdiskusi, mengkaji,
adakan seminar dari pada bertindak atau diamalkan, seperti Al-Qur’an dan Hadist
saat ini yang masih banyak dikaji, didiskusikan orang-orang dari pada
direalisasikan dalam kehidupan,†tegasnya.(Sdqn)