UIN Walisongo Online, Semarang – Kegiatan webinar series yang digelar Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Walisongo, Kamis (08/04/2021) resmi ditutup.
Kegiatan yang berjalan 3 hari berturut-turut dari selasa 06 April telah menghadirkan berbagai pakar dan akademisi Kaliber nasional, seperti AS. Hikam, Menteri Ristek dan Teknologi pada kabinet Persatuan Nasional, Era Presiden Abdur Rahman Wahid (Gusdur), Abdul Gaffar Karim dan Mada Sukmajati pakar Ilmu Politik dari UGM, Airlangga Pribadi Kusman pakar Ilmu Politik dari Universitas Airlangga serta Pakar Desa dari Sekolah Tingga Pembangunan Masyarakat Desa APMD Yogyakarta, Fatih Gama Abisono Nasution. Acara ini tidak hanya diikuti oleh mahasiswa Ilmu Politik peserta KKL melainkan terbuka untuk masyarakat umum.
Penutupan kegiatan Webinar Series dilakukan oleh Dekan FISIP, Dr. Misbah Zulfa Elizabeth, M.Hum. Ia menuturkan bahwa kegiatan Webinar Series 5 yang membahas relasi Agama dengan Negara memang tidak bisa dipisahkan, dan ini harus diketahui oleh mahasiswa Ilmu Politik supaya kelak setelah lulus mahasiswa bisa menjadi sarjana Ilmu Politik yang matang secara spiritual seperti paradigma yang diusung UIN Walisongo yakni unity of sciences di mana ilmu pengetahuan harus bisa bersatu dengan ilmu agama.
Diakui atau tidak bahwa relasi agama dan negara dalam sejarah bangsa Indonesia begitu jelas terlihat. Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari baying-bayang jasa para pemuka agama yang dalam hal ini kyai dan tokoh agama dari agama lain. Kemudian Penetapan 5 sila dalam Pancasila yang kemudian menjadi ideolagi bangsa Indonesia pun tidak lepas dari peran tokoh agama.
“Agama bisa dilihat sebagai nilai sekaligus ekspresi bagai pemeluknya, begitu pula dengan politik yang juga tidak bebas nilai dari sebuah ekspresi dari para pelakunya,” imbuh Elizabeth
Relasi Agama dan Negara di Indonesia diibaratkan seperti Nikah Siri. Meski belum disahkan secara resmi dalam sebuah prosedur yang formal dan terlegalisasi namun sudah diakui secara konsensus. Bahkan di mata negara lain Indonesia adalah seakan negara Islam. Hal ini tidak hanya dikuatkan dari mayoritas penduduknya memilih Islam sebagai agama yang dianut. Jumlah muslim di Indonesia lebih dari 80 persen dari jumlah keseluruhan penduduk, secara demografi.
“Jika diteropong dari sebaran geografis Islam bukan menjadi agama mayoritas karena ada agama-agama lainnya seperti Kristen, Hindu, Katolik, serta agama yang diakui di Indonesia ditambah penghayat pun ikut mewarnai negeri ini. Meski secara demografi agama-agama tersebut secara jumlah tidak banyak namun keberadaanya pun harus diperhitungkan juga,“ ungkap Abdul Gaffar Karim.
Sejarah memperlihatkan bahwa sila pertama pada Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada awalnya oleh para tokoh muslim diganti “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tidak disepakati karena hal ini akan mempenagruhi seluruh konstitusi dan kebijakan yang ada di negeri ini, karena pancasila adalah Dasar negara. Meski demikian history bangsa ini sudah jelas memperlihatkan bahwa usaha menjadikan negara ini menjadi negara agama sudah ada sejaka Indonesia belum merdeka yang dilakukan oleh MIAI ( Majelis Islam A’la Indonesia). MIAI mengusahakan agar tidak ada doble pajak bagi kaum muslim, atau adanya incorporasi pajak di tahun 1934.
“Deskripsi historis relasi agama dan negara terus terjalin sampai sekarang seperti adanya kementerian agama, otonomi khusus Aceh bahkan sudah banyak bermunculan kebijakan syari’ah local yang dimotori oleh partai-partai sekuler. Indonesia sekarang ini tidak ada yang tidak syariah, semua syari’ah. Jika melihat yang demikian kurang syari’ah apa negeri ini,” tandas Gaffar. (Fisip/Humas)