Peningkatan Kualitas Penyuluhan Keagamaan di Era Modern

Humas- Ditengah-tengah problematika sosial budaya yang
semakin berkembang dinamis dan problem masyarakat yang semakin kompleks, peran
penyuluhan keagamaan perlu peningkatan kualitas dan profesionalisme kerja.

Di era sekarang, banyak ideologi-ideologi baru
yang menambah problematika di masyarakat. Munculnya islam radikalis,
fundamentalis, islam sempalan, aliran-aliran sesat di nusantara, kasus
ahmadiyah maupun problem sosial yang lain seperti maraknya geng motor. Fungsi
penyuluhan diharapkan mampu hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai konsultan
ditengah-tengah gencarnya multi aliran dan problem sosial.

Hal ini disampaikan Direktur Jendral BIMAS
Islam Kemenag RI, Prof. Dr. H. Abdul Jamil, MA. di tengah-tengah Seminar
Nasional Penyuluhan Agama Islam Dan Problematika Keislaman Kontemporer di
Indonesia, Senin (23/4) di Laboratorium Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Program Khusus Penyuluh Agama Jurusan Bimbingan
Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan dihadiri 125 Perwakilan Penerangan  Masyarakat (Permas) kementrian agama se-Jateng
dan dekan Fakultas Dakwah se-Jawa. Acara dibuka Rektor IAIN, Prof.Dr. H. Muhibbin MA.
 

Prof. Abdul Jamil menambahkan, para penyuluh perlu
meningkatkan intelektualitas dan profesionalisme kerja, dengan sering melakukan
diklat-diklat, workshop, dan seminar, supaya memiliki standar moral etika dan
intelegensi dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

“Penyuluh diharapkan mampu merespons dinamika
kehidupan beragama masyarakat yang semakin kompleks. Ada tiga fungsi Penyuluh
Agama. Pertama, fungsi informatif dan edukatif: penyuluh agama islam mampu
memposisikan sebagai da’i dalam arti luas yang berkewajiban menda’wahkan islam.

Kedua, fungsi konsultatif: penyuluh agama
menyediakan dirinya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapi masyarakat. Ketiga, fungsi advokatif: penyuluh agama memiliki tanggung
jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat atau
masyarakat dari berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Yang ketiga
ini sering kita lihat pada kasus ahmadiyah,” paparnya.

“Menciptakan kerukunan baik internal maupun
antar pemeluk umat beragama juga penting dilakukan para penyuluh. Masalah
keutuhan negara dan keagamaan muncul sudah cukup lama, gangguan kerukunan
secara siklis selalu terjadi dan kadang-kadang pengulangan atas kasus serupa
yang pernah terjadi di masa lalu,” tambahnya.

H.M. Nafis dan Zahrotun Nisa, selaku narasumber
juga menjelaskan tentang idealitas konstruksi dan muatan Akademik Pendidikan
penyuluhan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia dan  pengalaman praktis dan akademik tenaga
penyuluh agama islam dalam menjawab problem keislaman kontemporer di Indonesia.(im)

Leave a Reply