UIN Walisongo Online, Semarang – Koji Fujiwara kembali mengadakan kunjungan ke UIN Walisongo dalam misi yang diembannya sebagai perwakilan dari Kedutaan Jepang di Indonesia, Rabu (7/04/2021). Kunjungan tersebut bertujuan untuk membahas isu-isu politik terkini yang sedang berkembang, baik di dalam maupun luar negeri. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Walisongo.
Ini bukanlah kali pertama bagi Koji menginjakkan kaki di kampus hijau. Sebelumnya, ia telah mengadakan beberapa kunjungan dan berdiskusi tentang dinamika politik di Indonesia. Kunjungan tersebut merupakan bagian dari program Kedutaan Jepang yang diadakan tiap semester, bertujuan untuk menjalin relasi yang lebih dekat dengan para akademisi di Indonesia dalam rangka mendapatkan perspektif yang lebih kaya tentang isu politik terkini.
Secara khusus, UIN Walisongo dipilih menjadi salah satu rekanan dari kedutaan Jepang karena kapasitas para akademisinya yang telah diakui dibidangnya baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dalam kunjungannya, Koji disambut dengan hangat di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo oleh Dr. Hj. Misbah Zulfa Elizabeth, M.Hum selaku Dekan FISIP didampingi oleh Wakil Dekan 1, Dr. Ahwan Fanani, M.Ag. Dalam pertemuan tersebut, pembicaraan berangkat dari isu tentang fenomena budaya secara general hingga masalah penanganan Covid-19 yang saat ini sedang dihadapi masyarakat dunia.
“Pemerintah Pusat mengatur kendali untuk menekan lonjakan sebaran virus mematikan tersebut, baik melalui penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PKM (Pengetatan Kegiatan Masyarakat), dan kebijakan lainnya,” ungkap Misbah.
Selain itu disinggung pula masalah penggunaan aplikasi untuk mendeteksi keberadaan pasien Covid-19 dan tingkat keefektifannya jika dibandingkan dengan situasi di Jepang.
“Tidak hanya kebijakan pusat terkait Covid-19, pemberlakuan kebijakan di tingkat regional dalam hal ini di wilayah Semarang juga menjadi salah satu fokus dalam perbincangan tersebut. Koji secara khusus sangat tertarik dengan program Jogo Tonggo yang digaungkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo,” terang Misbah.
Pembicaraan tentang Covid-19 kemudian berangkat menuju gonjang-ganjing di internal partai Demokrat terkait perebutan tongkat kekuasaan antara AHY dan Moeldoko.
Dr. Ahwan Fanani, M.Ag yang juga selaku Wakil Dekan 1 sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo turut serta memberikan pemikirannya tentang hal tersebut. Beliau mengatakan bahwa itu adalah salah satu bentuk fenomena politik yang menunjukkan kedinamisan perpolitikan di Indonesia. Hal ini berbeda dengan Jepang yang cenderung lebih menyukai kestabilan dan harmoni. Diskusi kemudian tereskalasi pada perbandingan perpolitikan antara Jepang dan Indonesia secara lebih substantif, yang tentunya tidak terlepas dari konteks budaya dan pengalaman yang dialami oleh masing-masing negara di masa lalu.
Perpolitikan luar negeri tidak luput pula dari fokus diskusi antara kedua belah pihak. Salah satu topik yang dibahas secara mendalam adalah situasi politik di Myanmar yang sedang memanas karena adanya kudeta yang dilakukan oleh pihak militer. Dalam pembicaraan tersebut, Misbah dan Ahwan sepakat bahwa walaupun Indonesia yang diwakili oleh Menteri Luar negeri telah memberikan pandangannya terkait kejadian luar biasa tersebut, tetapi prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif serta komitmen di antara negara-negara ASEAN yang tidak akan mengintervensi urusan dalam negeri masing-masing negara, membuat Indonesia hanya bisa melakukan langkah-langkah soft diplomacy sebagai wujud nyata dari komitmen Indonesia untuk menjaga perdamaian dunia sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945.
Dalam kesempatan tersebut, Misbah juga mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan kerjasama bilateral yang lebih jauh guna memberikan manfaat yang lebih luas bagi ke dua belah pihak, baik secara institusional maupun internasional. Hal tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk diskusi panel ataupun webinar dengan mengundang narasumber dari kedua negara, mauapun kegiatan akademis/non akademis lainnya seperti visiting professor/lecturer, pertukaran pelajar, pertukaran budaya, dan sebagainya.
Wacana tentang kerjasama bilateral ini tentunya menjadi salah satu poin penting dalam agenda diskusi sebagai aktualisasi dari misi UIN Walisongo yaitu: mengembangkan kerjasama dengan berbagai lembaga dalam skala regional, nasional, dan internasional.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan kesan positif yang disampaikan oleh Koji selama menjalin kerja sama dengan UIN Walisongo. Kehangatan yang dirasakan Koji membuatnya merasa perlu berpamitan dengan UIN Walisongo sebelum masa tugasnya selesai di bulan Juni sembari mengagendakan pertemuan selanjutnya untuk mengenalkan perwakilan kedutaan baru yang akan menggantikan posisinya. (Fisip/Humas)