Kajian kitab karya Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari ini diampu oleh KH. Dr. Amin Farih, M.Ag yang digelar setiap Selasa sehabis shalat Zuhur. Kajian kitab ini perdana dilakukan pada Selasa, 13 April 2021 di Masjid Kampus III UIN Walisongo.
UIN Walisongo Online, Semarang – UIN Walisongo Semarang melalui Badan Amalan Islam (BAI) menyelenggarakan Kajian Bada Zhuhur (KBZ) dengan Kitab Risalah Ahlisunnah Wal Jamaah di bulan Ramadan ini.
Kajian kitab karya Hadrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari ini diampu oleh KH. Dr. Amin Farih, M.Ag yang digelar setiap Selasa sehabis shalat Zuhur. Kajian kitab ini perdana dilakukan pada Selasa, 13 April 2021 di Masjid Kampus III UIN Walisongo.
Kajian tersebut dilaksanakan secara blended dengan offline di Masjid Kampus 3 UIN Walisongo, serta online melalui Zoom Meeting dan Live Streaming Youtube UIN Walisongo dengan jumlah peserta sekitar 200 “Santri Virtual.”
Kajian dimulai pada pukul 12.15 – 13.30 WIB. Kegiatan ini dimoderatori oleh Ananda Anisa Al Fath, mahasiswi KKN-MP UIN Walisongo Semarang.
Pada penuturannya, KH Amin Farih menyampaikan bahwa Kitab Risalah Aswaja karya KH. Hasyim Asy’ari memuat tentang hadis-hadis tentang kematian, tanda-tanda kiamat, dan sedikit penjelasan tentang sunah dan bidah, dan beberapa hadis-hadisnya.
“Kitab ini berisikan hadis kematian, tanda kiamat, penjelasan sunah dan bidah, dan beberapa hadis tentang nasihat. Kalau dikaitkan dengan sekarang ini, Sunnah dan bid’ah menjadi krusial saat ini. Padahal ini sudah dikaji sejak KH Hasyim Asy’ari,” tambahnya.
Dijelaskan juga bahwa sunah secara bahasa adalah jalan. Secara terminologi, sunah adalah jalan yang diridhai oleh agama yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW, dan lainnya seperti para sahabatnya atau para tabiin.
Sedangkan bid’ah adalah memperbaharui perkara dalam agama yang menyerupai ajaran agama itu sendiri, padahal bukan bagian dari agama.
Ada beberapa beberapa pertimbangan yang dapat menjadikan sesuatu disebut bidah atau tidak. Menurut KH Amin Farih, sebelum memutuskan penting untuk meneliti perkara yang baru, jika di dalamnya terdapat prinsip-prinsip syariat dan ada landasan asalnya, maka itu bukanlah bidah.
Kemudian perlu juga mempertimbangkan kaidah para imam dan ulama terdahulu dari Ahlus-Sunnah wal Jamaah, jika hal baru tersebut segala aspeknya bertentangan, maka ditolak. Kemudian jika sesuai dengan landasan ushul nya, maka hal baru tersebut bisa diterima.
Jika masih terjadi perselisihan antara mana yang ushul dan yang furu’, maka dikembalikan pada dalil ushul. “Hendaklah setiap perbuatan ditakar dengan pertimbangan hukum,” pungkasnya. (tim kkn/tim humas)