Semarang – Budaya unggul
bangsa, dinilai dari sikap dan sudut pandang yang baik. Sudut pandang yang
digunakan selama ini salah. Jangan merasa nyaman dalam kemiskinan tanpa ada
upaya untuk maju dan berkembang. “Orang Indonesia itu… miskin kok bangga,â€
kata budayawan nasional Prie GS pada Talk Show Kebudayaan yang diselenggarakan
oleh Pusat Bahasa dan Budaya, Rabu (19/9) di Aula I kampus IAIN Walisongo.
Sumber
daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia melimpah. Tapi kebutuhan pokok rakyat
berasal dari impor. “Opo maneh beras, garam wae impor,â€tambahnya.
Mohammad
Sobary menambahkan, kebudayaan yang unggul adalah kebudayaan yang efektif,
efisien, dan akuntabel. “Presiden Soeharto itu efisien, tapi tidak akuntabel.
Yang mengganggu kelancaran Orde Baru disingkirkan,â€paparnya.
Perpolitikan
bangsa yang carut-marut menimbulkan keserakahan. Hal ini mendekonstruksikan
kebudayaan. Padahal untuk memajukan bangsa, diperlukan budaya unggul. Sementara
budaya unggul diciptakan oleh manusia yang unggul juga.
Sementara
itu, Rahar Panca Dahana, mengatakan, bangsa Indonesia ini seperti bangsa soto.
Racikan bumbu soto, hampir semua sama, tapi bisa menghasilkan rasa soto yang
berbeda-beda. Sebagaimana suku dan kebudayaan bangsa Indonesia.
“Permasalahan
yang hadapi bangsa ini yaitu kurang percaya diri dengan budayanya. Kecintaan
terhadap budaya ketimuran seolah diabaikan, dengan membanggakan budaya
barat,â€tandasnya.
Budaya
unggul itu membutuhkan rasa dibandingkan rasio. Pasalnya rasa bisa menimbang
apa yang tidak bisa dinilai dengan rasio.
Sebelumnya
rektor IAIN Walisongo Prof Dr Muhibbin MAg, mengatakan, bangsa kita sekarang
ini sangat membutuhkan budaya unggul demi keselamatan bangsa. Peran dan
kepedulian kampus terhadap budaya unggul juga ditingkatkan demi terjaganya
budaya unggul bangsa.