SAATNYA BERBUAT KEBAJIKAN

 

Barangkali diantara kita ada yang telah cukup lama tidak memikirkan bagaimana berbuat kebajikan kepada sesama, disebabkan terlalu banyak memikirkan dirinya sendiri. Kondisinya memang menghendaki demikian, karena begitu banyaknya tuntutan duniawi, sehingga membuai hampir seluruh perhatian untuk mendapatkan dunia demi kepentingan nafsunya.

  Artinya seluruh kekuatan dan perhatian difokuskan untuk mencari harta, demi memenuhi keinginannya untuk hidup berkecukupan dan berlimpah harta.

Banyak diantara mereka lupa bahwa ketenangan dan kebahagiaan itu bukan semata mata  karena banyaknya harta, melainkan ada faktor lainnya yang menentukan, yakni hati dan pikiran yang damai dan kepasrahan yang total kepada Tuhan.  Memang tidak dapat dipungkiri bahwa harta juga merupakan salah satu faktornya, tetapi sangat banyak orang yang hartanya melim;pah, tetapi hidupnya tidak pernah tenteram dan bahagia.  Tentu saja banyak juga orang yang  berpikiran tentang harta menentukan segalanya, gagal untuk mendapatkannya.

Banyak kata mutiara yang muncul dari orang bijak bahwa hakekat kaya itu bukan kaya tentang harta, tetapi kekeayaan itu muncul dan disebabkan oleh hati.  kalau harta kita melimpah tetapi hati belum kaya, maka tidak akan puas dengan harta yang ada, melainkan akan terus memburu dan mengejar harta, meskipun harus melakukan kejahatan dan meskipun sampai mati.  Namun sebaliknya jika hati  merasa kaya, maka dengan harta  yang ada, dia sudah puas dengan kondisi yang didapatnya.  Itulah hakekat kebahagiaan dan kekayaan yangseharusnya digapai.

Memang kepuasan itu dapat diraih hanya dengan kepasrahan diri yang total.  Tentu kepuasan tersebut bukan berarti sesuatu yang berkonotasi negatif, yakni tidak lagi berkeinginan  untuk berusaha, bukan itu maksudnya.  Tetapi kepuasan yang dimaksudkan di sini ialah bagaimana seseorang dapat menikmati dan puas dengan apa yang ada  di genggamanannya, dan tidak menginginkan  yang lain, apalagi harta yang bukan haknya.

Orang hidup itu memang harus berusaha, salah satunya untuk mendapatkan harta demi kelangsungan hidupnya dan memenuhi kebutuhan hidupnya, ttetapi  hal tersebut dilakukan dengan kemampuan yang dimiliki dan tidak melupakan kewajiban lainnya yang menjadi hak pihak lain. Jadi selama  nyawa masih  dikandung badan, orang harus berusaha dan tidak bergantung kepada orang lain, yang akan menjadi benalu bagi orang lain tersebut. Namun demikian  usaha yang dilakukan tidak sampai melupakan kewajiban lainnya yangjuga harus ditunaikan, sperti kewajiban beribadah kepada Tuhan, kewajiba menolong pihak lain yang lebih membutuhkan dan lainnya.

Justru terkadang kepuasan itu  dapat diraih dengan membagi hasil usaha dengan orang lain dan bukan dengan mengumpulkan dan menumpuknya sendiri.  Tetapi memang sayangnya banyak yang mengira bahwa kepuasan itu akan diraih dengan mengumpulkan dan menumpuk harta sebanyak banyaknya, padahal  kepuasan itu  ada di ketenangan dan kerelaan hati untuk berbagi dengan sesmaa.  Untuk itu biasanya orang yang berpikiran seperti itu, sampai matipun dia tidak akan menemukan kepuasanm meskipun  mungkin berhasil menumpuk harta.

Nah, dalam bulan suci sperti ini sebaiknya kita memang dapat mengevaluasi diri tentang  perjalanan hidup kita, terkait  juga dengan usaha yang kita lakukan untuk mendapagkan harta dan sekaligus sejauh mana kita sudah memfungsikan diri kita sebagai orang yang ebrbuat kebajikan kepada pihak lain.  Jangan jangan kita terlalu terlena dengan harta dan usaha mencarinya sehingga terkadang kita melupakan kewajiban kepada Tuhan, semacam shalat dan juga melupakan kewjiban kita sebagai makhluk sosial, seperti membantu mereka yang kekurangan dan perbuatan baik lainnya.

Mungkin secara lahir kita belum dapat membeli rumah mewah atau kendaraan yang bagus, tetapi ketika  mau berpikir bahwa masih banyak diantara  masyarakat yang lebih menderita dibanding kita, tentu kita harus  sering bersyukur dan memuji Tuhan  atas semua itu.  Biarlah ada orang lain yang lebih bernasib bagus dalam hal mendapakan harta, tetapi kepoasan hidup akan tetap dapat kita raih dengan harta yang sudah ada  di tangan, dan tidak kepingin  dengan harta lain yang bukan milik atau haknya.

Usaha untuk mendapatkan harta memang harus terus dilakukan, tetapi hasilnya semua kita pasrahkan kepada Allah swt, dan berapapun yang kita dapatkan, harus tetap kita syukuri dengan penuh  dan karena itulah kita harus lebih meningkatkan  ibadah kita kepada Tuhan, karena sebagai hamba telah diberikan kesempatan yang banyak untuk mendapatkan karunia-Nya.  Sudah pasti juga disebabkan Tuhan telah memberikan  banyak nikmat yang tidak terkira, sehingga kita dapat menikmati kehidupan ini dengan kepuasan yang hakiki.

Dengan merenung dan mengevaluasi  cara hidup yang selama ini kita alami, tentu ada harapan bahwa  secara tulus kita akan menemukan sebuah kesimpulan yang jujur bahwa selama ini kita masih belum imbang dalam menjalni kehidupan ini, yakni  antara kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrawi.  Artinya masih banyak kepentingan ukhrawi kita yang terabaikan, dikarenakan terkuras untuk melakukan hal hal yang berbau keduniaan. Akibatnya kepuasan yang kita dapatkan kurang menyeluruh dan kita masih selalu dihantui oleh sifat was was  dan kebimbangan hati serta pikiran.

Atas dasar kesimpulan tersebut, kita  berharap akan muncul kesadaran kita untuk melakukan kebajikan, utamanya dimulai pada bulan nan suci dan setreusnya diabadikan selama hidup kita.  Banyak kebajikan yang dapat kita lakukan, selain beramal membantu mereka yang  sangat membutuhkan disebabkan kemiskinan yang mereka alami.  Kebajikan kebajikan tersebut sangat mudah kita lakukan jika memang kita mau dan mengerti. Salah satunya ialah  menyenangkan pihak lain dengan apapun yang memungkinkan, meskipun misalnya hanya dengan senyum yang ikhlas atau dengan berkata yang menyejukkan.

Pada bulan puasa seperti ini kebajikan sangat banyak dan mudah didapatkan, baik yang terkait dengan harta maupun yang tidak.  Tentu yang terkait dengan harta, kita dapat melakukannya setiap  saat, seeprti menyediakan takjil buka puasa, atau menyediakan jaburan setelah shalat tarawih, memberikan bangtuan untuk perbaikan sarana peribadatan, dan bentuk lainnya, seeprti membantu para pekerja untuk pulang mudik dengan menyediakan kendaraan atau sekedar memberikan bekal untuk  ongkos pulang dan lainnya.

Sedangkan  kebajikan yang tidak terkait langsung dengan harta, dapat dilakukan tadarrus bersama, atau menggalang umat untuk  diadakan dialog agama atau ceramah keagamaan dan lainnya.  Kita harus yakin bahwa dengan melakukan kebajikan seperi itu, kita akan mendapatkan kedamaian dan ketenangan dalam hidup. Itulah kepuasa yang dapat kita raih, dan sekali lagi bukan dengan menumpuk harta sebanyak banyaknya yang terkadang malah  membebani pemiliknya.  Kita ingat cerita Qarun yang selalu menumpuk harta dan kikir untuk berbagi dengan sesama bahkan sangat sombong dengan hartanya tersebut, dan akhirnya  dia tenggelam bersama dengan hartanya tersebut.

Barangkali kita harus mengukur kemampuan diri kita dalam hal usaha menghasilkan harta, sehingga kita tidak “ngingso” dalam mengejar harta tersebut, karena kalau tetap gotot untuk mendapatkan harta  di atas kemampuan yang ada, sangat mungkin akan tergelincir dengan melakukan hal hal yang tidak semestinya.  Bagi kita cukuplah dengan apa yang telah diberikan oleh Allah swt kemudian kita syukuri dan kalau masih ada sedikit sisa, sebaiknya kita juga rajin bersedekah sehingga hidup kita akan penuh dengan makna dan ketenangan jiwa akan tercipta.

Leave a Reply