Dalam terminologi fiqh, puasa diartikan
sebagai menahan makan dan minum serta hal-hal yang membatalkan lainnya (seperti
bersetubuh di siang hari dan memasukkan benda ke dalam perut) sejak terbit fajar
hingga terbenam matahari. Definisi ini
memberikan pengertian bahwa sipapun yang telah melaksanakan aktifitas seperti
dimaksud itu akan dianggap sebagai sah berpuasa. Akan tetapi puasa adalah suatu ibadah yang
khusus, yang dalam sebuah hadis qudsi dikatakan bahwa semua amal perbuatan manusia itu untuk
manusia sendiri, sedangkan puasa itu
untuk Allah SWT, dan Allah lah yang akan membalasnya. Untuk
mendapatkan balasan dari Allah sebagaimana yang dijanjikan-Nya tersebut
ternyata tidak segampang melakukan aktifitas sebagaimana yang di sebutkan dalam
definisi puasa tersebut.
harus diperhatikan dan tidak boleh diterjang.
Rambu-rambu tersebut diisyaratkan oleh hadis Nabi Muhammad saw. yang
memberikan warning bahwa Banyak orang yang melakukan puasa, tetapi dia tidak
mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Puasa yang hanya akan mendapatkan rasa lapar dan dahaga tersebut bukan puasa yang tidak
sah, melainkan puasa yang juga telah
menahan makan dan minum serta hal-hal yang membatalkan, hanya saja ketika
melakukan puasa, seseorang melakukan hal-hal yang munkar (meskipun ini tidak
membatalkan puasa) seperti berkata-kata kotor, berbohong, memaki-maki, emosi
yang berlebihan, memfitnah orang lain, menggunjing, adu domba, melakukan sumpah
palsu, melakukan korupsi, dan lainnya.
Perbuatan-perbuatan seperti itu
akan menghanguskan pahala puasa,
walaupun secara syar`i puasa yang dilakukan tidak dianggap batal.
Lantas
bagaimana puasa yang dianggap benar dan berhasil itu?. Dalam menyikapi ini
tentunya harus dirinci lagi menjadi berhasil yang bagaimana. Puasa sesungguhnya harus mengandung implikasi
duniawi dan sekaligus ukhrawi. Implikasi
duniawi dimaksudkan agar puasa itu tidak hanya merupakan aktifitas ibadah yang tidak ada dampak atau
atsarnya terhadap orang yang melaksanakannya, terutama ketika di dunia ini,
padahal manusia yang melakukan ibadah puasa tersebut dalam saat yang bersamaan juga menghuni alam
dunia maya pada ini. Akan tetapi justru
ibadah puasa seharusnya juga memberikan
sumbangan yang sangat efektif dalam membentuk pribadi yang berkualitas, baik
iman maupun sikap dan perbuatannya dalam rangka berhubungan dengan manusia dan
alam sekitarnya. Sementara implikasi
ukhrawi tentunya akan mendapatkan pahala yang besar sebagaimana disebutkan
dalam hadis tersebut di atas, dan diampuni
dosa-dosanya, sebagaiamana yang
dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw. sendiri, yakni Barang
siapa berpuasa dengan didasari iman dan
hanya mengaharap keridlaan Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan
diampuni (olehAllah swt).
Karena
itu keberhasilan puasa harus dilihat dari dua
sisi, yakni sisi dunia dan sisi akhirat. Sisi dunia akan dilihat sejauh mana seseorang yang
melaksanakan ibadah puasa itu dapat menghayati dan kemudian membuktikan
hikmah-hikmah puasa dalam kehidupan nyata setelah selesai berpuasa. Apakah seorang yang telah selesai berpuasa
itu akan berkelakuan positif, seperti rajin beribadah shalat, rajin menderma,
peka terhadap penderitaan sesama, bersabar
dalam menghadapi segala problem, berdisiplin tinggi dalam cara hidupnya,
mentaati rambu-rambu hukum yang ada, bertutur kata lembut dan sopan, dapat menahan amarah, tumbuh sifat kasih
sayangnya terhadap sesama makhluk Tuhan, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Kalau sifat-sifat terpuji tersebut dapat
terpateri dalam diri seseorang yang berpuasa dan tetap bertahan dalam dirinya,
sehingga membuat seseorang tersebut menjadi berubah kearah yang lebih baik,
tentu hal ini dapat dikatakan sebagai puasa yang berhasil. Sebaliknya apabila setelah berpuasa,
seseorang masih saja melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan sifat-sifat
mulia tersebut, misalnya masih tetap kikir, malas beribadah, cuek dengan penderitaan
sesama, tidak mau membantu yang miskin dan lemah,tidak memperhatikan nasib
anak-anak yatim, memeras dan mengeksploitasi orang, melakukan korupsi, tidak
disiplin, dan bahkan melakukan perbuatan keji dan munkar, meskipun pada saat puasa dia
berhenti dari perbuatan-perbuatan tersebut, maka puasa
seperti itu tidak dapat dianggap sebagai puasa yang berhasil.
Sedangkan
dari sisi akhirat, akan dilihat sejauh mana seseorang yang melakukan puasa
tersebut dapat menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat menghapuskan
paha puasa, seperti menggunjing, memfitnah, berkata-kata kotor dan jorok,
berbohong, bersumpah palsu, mencaci maki orang, menghardik orang-orang lemah,
berbuat dhalim, berlaku curang, mencuri, korupsi, dan perbuatan-perbuatan
rendah serta tidak terpuji lainnya. Jika ketika berpuasa seseorang dapat menghidarkan diri dari perbuatan tercela tersebut dan hanya mengharap perkenan Allah swt semata, maka tentu puasa tersebut dapat dianggap sebagai puasa yang
berhasil. Tetapi sebaliknya apabila seseorang tersebut telah menahan makan dan
minum serta hal-hal yang membatalkan
puasa sehari penuh, namun dia juga
menggunjing atau melakukan korupsi, misalnya, maka puasa orang tersebut tidak dapat dikatakan berhasil.
Jadi berhasil dan tidaknya puasa tidak hanya
diukur dari kemampuan seseorang menahan
makan dan minum serta hal-hal yang membatalkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari saja, Atau juga tidak hanya diukur dari kemampuan seseorang mengendalikan diri dari
perbuatan tercela dan melakukan
perbuatan terpuji pada saat berpuasa,
namun lebih jauh dari itu harus dilihat dampak yang mempengaruhi
seseorang setelah selesai menjalankan ibadah puasa. Hal ini
disebabkan karena puasa Ramadlan itu dimaksudkan untuk sarana melatih dan
merupakan kawah condrodimuko untuk
melatih dan membentuk pribadi yang berkualitas, baik dalam kehidupannya di
dunia ini, maupun dalam kehidupannya di akhirat nanti.
Puasa
seyogjanya menjadi pusat latihan untuk menjadi lebih baik pada sebelas bulan
setelahnya. Puasa seharusnya menjadi
cermin bagi setiap muslim untuk introspeksi diri sekaligus dibarengi sebuah
komitmen untuk mengubah dirinya kearah yang lebih baik di masa yang akan
dating. Kita berharap bahwa puasa yang
kita lakukan saat ini dan hampir mencapai kesempurnaan satu bulan ini
benar-benar dapat memberikan dampak positif bagi kita, utamanya dapat mengusir
sifat-sifat negative yang selama ini banyak melekat dalam diri kita, seperti
kikir, malas, sombong, suka menggunjing, riya, dan sebagainya, dan sekaligus
menarik sifat-sifat terpuji kedalam diri kita.
amin