Semarang – Meneliti
Tanaman Merambat (Liana) Walikadap (Tetrastigmaglabratum) Inang Raflesia,
Lianah Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Walisongo
Semarang meraih gelar Doktor Ilmu Lingkungan Hidup di UNDIP.
Perempuan yang mengawali karier dari seorang
guru SMP ini pun diuji pakar dan guru besar ilmu lingkungan atas disertasinya
yang berjudul Kajian Implikasi Lingkungan Pemanfaatan Tumbuhan Walikadep
(Tetrastigma Glabratum Blume Planch)Untuk Bahan Obat Tradisional.
Tim penguji terdiri atas Prof Dr dr Anies M
Kes PKK, Prof Dr Ir Purwanto DEA (sekretaris), Prof Dr Sri Mulyani ESM Pd
(penguji eksternal), dan Dr Drs Jafron W Hidayat MSc (penguji), Prof Dr Ir
Sutrisno Anggoro MS (promotor), Dr Henna Rya Sunoko MES (kopromotor), dan Dr
Munifatul Izzati MSc (kopromotor).
Tumbuhan waliÂkadep (Tetrastigma glabratum)
mulai langka bahkan nyaris punah. PeÂmanfaatan pohon untuk antitoksin tanpa
upaya pelestarian membuat pohon itu semakin sulit dijumpai.
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
Lianah, mengaku berjuang keras menemukan dan merawat pohon itu sekaligus
melaksanakan penelitian panjang demi menghindari kepunahan tumbuhan tersebut.
“Penelitian itu akhirnya ditulis menjadi
bahan disertasi untuk meraih gelar Doktor Ilmu Lingkungan di Undip. Selain bisa
membantu penyelamatan tumbuhan langka, saya juga berhasil menyelesaikan studi
S-3,” kata dia sehabis menjalani ujian promosi doktor di Gedung
Pascasarjana Undip, akhir pekan lalu.
Penelitian mengenai walikadep dilakukan di
Desa Blumah, KecaÂmatÂan Plantungan, Kendal yang berlokasi di lereng Gunung
Prau wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara.
Dijadikan Obat
Penelitian menemukan, walikadep telah lama
dimanfaatkan penduduk Desa Blumah sebagai obat tradisonal atau jamu. Lebih dari
10% penduduk dari 448 keluarga memanfaatkan keÂmanjurannya untuk menyembuhkan
batuk, cacingan, dan meningkatkan nafÂsu makan anak-anak. Setiap orang yang
sakit diberi air walikadep akan kembali segar.
Penelitian dari Nery Sofiaoti (2000)
menyimpulkan, tetrastigma sp adalah seÂjenis tanaman inang tumbuhan Raflesia
mengandung kafein dan nikotin. “Persoalan muncul ketika pemanfaatan
tanaman itu tak disertai upaya pelestarian yang membuatnya semakin langka.
Tanpa upaya penyelamatan bisa-bisa tanaman langka tersebut punah,” tutur
istri Arief Kuswanto itu.
Penyelamatan pohon langka berÂlanjut termasuk
upaya penangÂkaran benih supaya pohon bisa ditanam di banyak tempat. Dia pun
menyarankan supaya masyarakat bisa melestarikan pohon itu melalui pembuatan
peraturan desa (perdes).