UIN Walisongo Online, Semarang – Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo, Prof Dr Ilyas Supena, M Ag., dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Filsafat Islam hari ini Senin, (25/7/2022). Kegiatan dikemas dalam Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar dan digelar di Auditorium 2 Kampus 3 UIN Walisongo Semarang.
Hadir dan mengukuhkan secara langsung, Rektor UIN Walisongo, Prof Dr Imam Taufiq, M Ag. Rektor mengapresiasi penuh pengukuhan guru besar ini. Hal ini bukan hanya pencapaian dari Prof Ilyas semata, melainkan wujud konsistensi UIN Walisongo dalam rangka mencapai rekognisi dan positioning sebagai world class university.
“Kontribusi nyata Prof Ilyas di bidang filsafat sangatlah nyata. Disiplin pendidikan formal non formalnya mendukung kajiannya terhadap karya-karya klasik.” ujar Prof Imam Taufiq dalam sambutannya.
Prof Ilyas juga salah satu penggagas perumusan paradigma kesatuan ilmu (unity of sciences/wahdatul ulum) UIN Walisongo yang sampai sekarang menjadi ciri khas lembaga.
Rektor juga menegaskan bahwa kajian yang dilakukan Prof Ilyas menjadi jawaban atas kegelisahan dikotomi ilmu yang selama ini menjadi problem klasik dalam lembaga pendidikan.
“Karya-karya dan gagasan Prof Ilyas yang sangat banyak ini menjadi jawaban dari berbagai problematika yang datang dari lembaga pendidikan terutama bidang filsafat islam.” tegas Prof Imam Taufiq.
Prof Ilyas menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Redesain Ilmu-ilmu Keislaman Masa Depan Berbasis Ratio Legis Al-Qur’an”. Dalam pidatonya, Prof Ilyas berpendapat Islam Nusantara diharapkan tetap konsisten dengan relasi keislaman dan keindonesiaan.
“Konsistensi ini ditunjukkan dengan sikap yang adaptif terhadap budaya lokal sekaligus adaptif terhadap sistem politik keindonesiaan. Menurut Kiai Achmad islam dapat berintegrasi secara penuh dan berdampingan dengan Pancasila secara harmonis” ungkap pria kelahiran Karawang itu.
Pof Ilyas mengungkapkan beberapa problem dalam epistemologi ilmu-ilmu keislaman. Problem tersebut yaitu: hegemoni teks, epistemologi bercorak idealistik, polarisasi rasionalisme dan tradisionalisme, disharmoni ilmu-ilmu keislaman, dan dikotomi ilmu agama dan ilmu rasional.
Ratio Legis Al-Qur’an sebagai substansi pewahyuan, yaitu makna-makna yang diperoleh melalui kajian intelektualitas ayat Al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh menjadi salah satu solusi yang tepat. Validitas abadi Al-Qur’an hanya terletak pada prinsip-prinsip umum dan tidak pada bagian individualnya.
“Setidaknya ada 5 problem dalam ilmu-ilmu keislaman. Berangkat dari problem itu, saya melihat ketidakmampuan kita memandang mana islam yang hakiki, maka saya tawarkan rumusan ratio legis yang bisa menjadi solusi.” tandas Prof Ilyas. (TIM HUMAS)