Semarang – Penyatuan kalender
Hijriah menjadi kalender internasional yang nantinya disepakati seluruh umat
Islam, dewasa ini masih terus diupayakan oleh para pakar Ilmu Falak dan
Astronomi muslim. Adanya wacana penyatuan ini lantaran keberagaman yang sering
terjadi dalam penentuan awal Bulan Kamariah, seperti perbedaan awal dan akhir
Ramadhan serta hari raya, baik di dalam maupun luar negeri.
Hal itulah yang
disampaikan oleh Lu’ayyin, Pemimpin Redaksi Majalah Zenith sekaligus narasumber
dalam kegiatan Bedah Majalah ZENITH Edisi X oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
Zenith dan Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS
MoRA) mahasiswa prodi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN
Walisongo Semarang, Rabu, (18/09/2013).
Bedah Majalah
dengan tema “Unifikasi Kalender Hijriah, Mungkinkah?†itu juga menghadirkan
Ahmad Syaiful Anam (Dosen Falak Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam), Muhamad
Zaenal Mawahib (mantan Pemimpin Umum LPM Zenith), serta Fitri Kholilah (editor
majalah Zenith) sebagai moderatornya.
Soleh Sofyan,
Pemimpun Umum LPM Zenith, dalam sambutannya mengatakan, edisi majalahnya kali
ini mengambil tema tersebut lantaran wacana itu perlu dikaji oleh mahasiswa
Falak, sehingga dapat menambah wawasan kepada mahasiswa IAIN, khususnya prodi
Ilmu Falak. “LPM Zenith yang merupakan kepunyaan mahasiswa falak patut mengkaji
wacana ini†ujar Sofyan.
Dalam merespon
unifikasi kalender Islam itu, menurut Zaenal Mawahib ada dua mainstream besar.
Pertama, golongan yang optimis terwujudnya unifikasi. Mereka itu memandang
belum tercapainya penyatuan kalender Islam bukan berarti tidak bisa diupayakan.
Adanya kalender Islam yang mapan merupakan tuntutan peradaban.
Kedua, golongan
yang pesimis, mereka memandang hisab dan rukyah adalah dua entitas yang tidak
dapat dipertemukan. Masing-masing memiliki epistimologi dan metodologi yang
berbeda.
“Untuk
menyatukan kalender Hijriah, itu dibutuhkan usaha yang sangat keras, karena
sebenarnya banyak macam perbedaan metode yang digunakan oleh berbagai golongan
atau organisasi kemasyarakatan.†Jelas Mawahib.
Menurut Syaiful
Anam, penyatuan kalender Hijriah masih mungkin bisa terwujud meski bukan hal
yang mudah. Anam mencontohkan; sebagaimana kota kecil Greenwich yang ada di
Inggris bisa menjadi pusat perhitungan
waktu dunia atau yang lebih dikenal Greenwich Meridian Time.
“Itu bisa
karena pada saat itu Inggris adalah negara kolonial super power, padahal
dulunya banyak negara yang menentangâ€, ujar Dosen Falak itu.
Selain itu,
untuk mewujudkan penyatuan kalender Hijriah, umat Islam harus memulai
memosisikan kalender itu menjadi sebuah need atau kebutuhan mereka, bukan hanya
sebagai ilmu pengetahuan.
“Bahkan banyak
yang tidak hafal, di antara kita banyak yang hanya paham kelender Matahari atau
Masehi. Meski ini tidak berkaitan secara langsung dengan penyatuan kalender
Islam, tapi harusnya diperhatikan umat Islam†jelasnya.