Walisongo Center Kini Punya Koleksi Lontar dan Manuskrip Kuno

UIN Walisongo Online, Semarang – Walisongo Center bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) menyelenggarakan diskusi ilmiah pada Senin (02/01/23) dengan tema “Kajian Manuskrip Nusantara Abad XVI – XVII” di ruang Gedung Rektorat UIN Walisongo Semarang.

Kegiatan ini menjadi diskusi Pembuka di Kampus Hijau mengawali tahun baru 2023 yang dihadiri langsung oleh Rektor UIN Walisongo, Prof. Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag, Ketua LP2M Dr. H. Akhmad Arif Junaidi, M.Ag dan dua orang Narasumber yaitu Dr. H. Anasom, M.Hum dan Diaz Nawaksara.

Selain diskusi ilmiah acara ini digelar dalam rangka penyerahan hibah naskah.

“Menarik untuk didiskusikan perihal manuskrip abad klasik ini, karena di situlah sumber intelektual warisan para wali, LP2M harus lebih serius melakukan kajian manuskrip karena sekarang bahannya sudah ada,” ujar Dr. Arif Junaidi sambil menunjuk pajangan naskah yang dihibahkan oleh Diaz Nawaksara untuk Walisongo Center.

Dalam sambutannya rektor UIN Walisongo Prof. Imam Taufiq menyampaikan apresiasi atas progres yang telah dilakukan oleh para konseptor Walisongo Center.

“Saya tahu betul bagaimana dulu sosok-sosok berwajah manuskrip seperti Kyai Anasom ini berjuang keras mengadakan kajian dan penelitian terhadap kitab-kitab para ulama tanpa mengenal lelah. Alhamdulillah sekarang sudah punya gedung sendiri, bahkan hari ini sudah dibawakan manuskripnya oleh mas Diaz, tinggal bagaimana cara mengolahnya. Saya berharap Walisongo Center ke depan bisa menjadi pusat data mulai dari sejarah, literatur, bahkan peta ziarah atau apa pun yang berkaitan dengan sosok Wali Songo.” tambahnya.

Acara yang dimulai sejak jam 13.00 siang itu selain dihadiri oleh jajaran Rektorat dan Senat, hadir pula beberapa Dekan dan Dosen juga para mahasiswa yang apresiatif terhadap tema diskusi yang terbilang langka. Pada sesi diskusi utama diawali dengan pemaparan Kyai Anasom yang menjelaskan secara rinci mengenai visi-misi, desain gedung dan program-program yang dicanangkan di dalam Walisongo Center.

“Ada empat fungsi utama yang dicanangkan di dalam Walisongo Center. Pertama, Fungsi Museum sebagai tempat menyimpan artefak dan manuskrip. Kedua, Fungsi Kajian sebagai wadah diskusi dan pengembangan wawasan. Ketiga, Fungsi Laboratorium sebagai wadah penelitian. Keempat, Fungsi Rekreatif untuk mendukung planetarium.”

Pemantik yang kedua yaitu Diaz Nawaksara yang memaparkan tema utama diskusi. Namun sebelumnya Diaz menjelaskan pendapatnya perihal nomenklatur “Wali Sanga” dari sumber manuskrip berupa serat dan babad serta pandangannya mengenai nama “Patih Badaruddin” yang dinisbahkan kepada Sultan Demak, Raden Patah, berdasarkan catatan klasik yang sezaman. Kemudian pada materi inti dijelaskan perihal naskah-naskah abad XVI – XVII.

“Dengan membaca naskah-naskah era awal penyebaran Islam di Jawa, kita bisa melihat langsung bagaimana corak ajaran Islam yang dibawa oleh para wali yang ortodoks dan bersanad. Dan dari naskah itu pula kita bisa mengetahui proses akulturasi sastra dari teks Arab ke dalam teks Jawa tanpa mengurangi kesahihan sumber aslinya.”
Diaz menjelaskan materi dengan menampilkan presentasi dan menunjukkan file-file naskah aslinya.

 

Pada akhir diskusi, Dr. Arif Junaidi selaku ketua LP2M mendorong Walisongo Center tidak hanya melakukan kajian naskah digital, akan lebih baik jika mampu melakukan penelitian langsung terhadap naskah-naskahnya di Perpustakaan Leiden di Belanda. Acara diskusi dan penyerahan hibah naskah ditutup dengan khidmat, kemudian peserta diperkenankan melihat pameran manuskrip koleksi Kyai Anasom dan naskah-naskah hibah dari Diaz Nawaksara untuk Walisongo Center yang jumlahnya 20 item. Terdiri dari 3 manuskrip Lontar beraksara Bali, Sasak, dan Jejawan, 2 manuskrip daluang beraksara Pegon, 3 manuskrip media kertas beraksara Jawa, dan buku-buku lama cetakan 1900-an awal beraksara Jawa seperti kitab Sembahyang, Serat Dewaruci, Tepa Palupi dll, selebihnya adalah dokumen-dokumen bersejarah. [Taju/Tim Humas]

Leave a Reply