Utusan Jepang Kembali Riset Tentang Demokrasi di UIN Walisongo

 

Penyambutan Utusan dari Kedutaan Jepang atau Ambbasy of Japan di Indonesia diruang dekan FISIP.

UIN Walisongo Online, Semarang – Tawa riang menggema di ruang pertemuan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo Semarang, Selasa (14/1). Pemantiknnya tak lain karena diskusi santai bersama utusan dari Kedutaan Jepang berkunjung di kampus hijau tersebut.

Utusan dari Kedutaan Jepang atau Ambbasy of Japan di Indonesia, bernama Koji Fujiwara. Ini adalah kali kedua, Koji singgah di perguruan tinggi yang mengedepankan green kampus ini.

Kedatangan Koji diterima langsung oleh Dekan FISIP UIN Walisongo Dr Hj Misbah Zulfa Elizabeth, MHum didampingi Wakil Dekan I Dr Ahwan Fanani, MAg dan Wakil Dekan II, Dr H Tolkhatul Khoir, MAg.

Kedatangan Koji sendiri untuk melakukan riset tentang demokrasi. Kunjungan pertama dilakukan di FISIP sebelum gelaran pemilihan umum tahun 2019 lalu. Ia pun mengulang risetnya di kampus ini.

Untuk menghangatkan suasana, jajanan tradisional pun disuguhkan kepada utusan dari negeri sakura tersebut. Makananan tradisional yang disajikan antara lain getuk, Mendut, hingga buah-buahan khas Asia Tenggara seperti Kelengkeng dan sebagainya.

Elisabeth mengatakan, suguhan buah dan jajan tradisional dibuat untuk ajang keakraban. Selain itu, Dekan juga memuji negara sakura itu dengan mengisahkan serial kartun karya sineas Jepang seperti Doraemon, Oshin, Naruto dan lainnya. Ia juga tak lupa membincangkan produk-produk otomotif dari negeri tersebut.

“Tujuan dari kedatangan Mr Koji ini masih sama dalam rangka riset. Jika kedatangan sebelumnya, dia meriset tentang kepemiluan, demokrasi maupun politik identitas. Kali ini dia berdiskusi tentang demokrasi di Indonesia pasca pemilu, kabinet Jokowi Jilid II dan peluang calon presiden 5 tahun ke depan dan masih banyak yang lain,” kata Elisabet.

Riset tentang demokrasi berlangsung cair. Koji bertanya banyak soal pemilu di Indonesia, hingga kaitan identitas agama dalam suku-suku yang ada di Indonesia.

Beragam pertanyaan misalnya ditanyakan, laiknya mengapa Menteri Agama tidak dari kalangan NU atau Muhammadiyah, tapi malah dari militer, penggunaan cadar, larangan celana cingrang dan sebagainya.

“Pertanyaan-pertanyaan seperti itu pada waktu lalu ramai diperbincangkan, terlebih pada awal setelah dilantik,” jelasnya.

Mendapat pertanyaan demikian, Dekan menjelaskan bahwa pemilihan menteri adalah otoritas kepala negara atau Presiden. Menurutnya, apapun yang ditunjuk presiden adalah pilihan terbaik dengan pertimbangan matang yang disesuaikan dengan permasalahan di masyarakat yang sedang berkembang, seperti terorisme.

“Bagi FISIP, ini adalah diskusi akademis sehingga FISIP pun akan terbuka dengan berbagai pemikiran apalagi UIN Walisongo sudah mendeklarasikan diri menjadi kampus moderasi yang terbuka, toleran serta inklusif,” tambahnya. (Tim Humas)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *