Sebagai manifestasi dari pertanggung-jawaban seorang manusia
hamba Allah SWT., nabi Muhammad SAW. pernah memberikan pernyataan yang
menggambarkan bahwa seluruh manusia itu hakekatnya adalah sebagai pemimpin. Pemimpin
yang akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepemimpinannya tersebut, baik
dilevel yang paling tinggi maupun pada level yang terendah. Bahkan seorang pembantupun, dapat dimasukkan
ke dalam kategori sebagai pemimpin, tentu terutama terhadap tugas yang
diberikan dan menjadi tanggung jawabnya.
Konsep kepemimpinan ini
sesungguhnya memberikan teladan dan ajaran kepada kita semua bahwa setiap
manusia itu mempunyai hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang seimbang,
sehingga tidak boleh ada eksploitasi, pemaksaan, dan pembebanan yang diluar
batas kewajaran.
Lantas dalam penegertiannya
yang lebih spesifik, pemimpin tentu dipahami sebagai sosok manusia yang
mempunyai tanggung jawab terhadap manusia lain untuk mencapai cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam
pengertinnya yang seperti ini tentu prilaku, sikap, dan tangung jawab seorang
pemimpin harus dibedakan dengan manusia pada umumnya. Karenanya pemimpin yang seperti ini diharuskan mempunyai beberapa syarat. Dan tidak semua orang bisa “menjadi”
pemimpin.
Pemimpin dalam arti khusus ini
mencakup sekup yang sempit maupun yang sangat luas; dari kepemimpinan ditingkat
RT sampai tingkat Negara, termasuk kepemimpinan di dalam dunia kampus, baik
dikalangan mahasiswa maupun dikalangan birokrasi.
Jika kita telusuri bagaimana
peran dan perilaku yang ideal bagi seorang pemimpin dalam arti khusus tersebut,
sesungguhnya dapat dilihat dari pelaksanaan shalat berjamaah. Seorang pemimpin yang idal dan diharapkan itu
dilambangkan dengan seorang imam dalam memimpin jamaah shalat. Artinya bahwa seorang imam itu harus dari kalangan
yang paling pandai/serdas diantara yang lainnya. Disamping itu seorang imam harus disukai
oleh sebagian besar makmun/yang dipimpinnya. Seorang imam juga harus mengerti dan
menyelami kondisi makmumnya. Seorang imam juga tidak boleh terlalu lapar
dan atau terlalu kenyang, yang menyebabkan kurang konsentrasi.
Perlambangan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bahwa
seorang pemimpin itu harus dari kalangan yang pandai/cerdas, memberikan
gambaran bahwa seorang pemimpin itu harus pintar dan cerdas, baik dalam hal
memecahkan problem yang ada, maupun dalam hal bagaimana mencari cara ataupun solusi yang baik dan
elegan serta tidak bertentangan dengan peraturan yang ada untuk mencapai
tujuan, yakni mensejahterakan umat yang dipimpin.
Bahwa
seorang pemimpin itu harus disukai oleh sebagian besar umat yang dipimpinnya,
mengisayaratkan bahwa sesungguhnya yang paling ideal ialah bahwa seluru umat
yang dipimpin itu menyukai kepada pemimpinnya, tetapi itu merupakan sesuatu
yang mustakhil, karena itu keidealan tersebut, cukup dengan disukai oleh sebagaian
besar umat saja, karena kondisi tersebut akan
memperkokoh legitimasi seorang pemimpin dan sekaligus segala kebijakan
serta langkah-langkah strategisnya akan dapat diterima dan didukung oleh
sebagain besar umatnya yang menyukai tersebut.
Dengan kondisi demikian akan memungkinkan seorang pemimpin dapat
melangkah kedepan dengan tegap dalam rangka mewujudkan cita-cita mulianya,
yakni memajukan umat dan organisasi/negaranya, serta disegani oleh semua pihak.
Bahwa
seorang pemimpin itu harus mengerti dan menyelami umatnya, memberikan
pengertian bahwa seorang pemimpin itu dalam seluruh kebijakannya harus mempertimbangkan
kondisi umatnya. Artinya seorang pemimpin
itu harus mengerti benar tentang keadaan umat yang dipimpinnya; kebutuhannya,
kesulitan dan problem yang dihadapinya.
Seorang pemimpin adalah pelayan bagi umatnya, bukan sebaiknya, yakni
bahwa umat/masyarakatnya harus mengerti segala kebijakan pemimpinnya, meskipun
sangat tidak memihak kepada kepentingan masyarakatnya. Pengetahuan mengenai
kondisi riil masyarakatnya ini mutlak diperlukan, agar dalam perjalanan
kepemimpinannya, seorang pemimpin akan
dapat memberikan perhatian yang lebih khusus bagi kepentingan
masyarakat/umatnya.
Bahwa
seorang pemimin itu tidak boleh terlalu lapar atau terlalu kenyang, memberikan
pengertian bahwa seorang pemimpin itu selayaknya bukan dari kalangan orang yang
miskin, karena hal itu akan mengganggu kinerja kepemimpinannya. Pemimpin yang seperti ini akan lebih
memikirkan bagaimana membuat diri dan keluarganya bisa mendapatkan kesempatan
dari jabatannya untuk meraih kekayaan.
Seorang pemimpin juga sebaiknya bukan dari kalangan orang yang terbiasa
dengan kekayaan yang melimpah, karena boleh jadi kebiasaan menjadi orang kaya
tersebut akan menjadikan dirinya enggan untuk mengenali dan memikirkan keadaan
masyarakatnya yang tentu sebagaian besarnya terdiri atas masyarakat miskin.
Disamping
itu sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. yang
berupa sidiq, amanah, fathonah, dan tabligh, juga patut dan bahkan harus
dimiliki oleh seorang pemimpin yang akan menjadi tumpuan harapan masyarakat
banyak. Sifat jujur diperlukan bagi
seorang pemimpin agar masyarakatnya tidak putus asa dengan mengharapkan sesuatu
dari pemimpinnya yang selalu membohonginya.
Sifat anamah atau dipercaya juga
sangat diperlukan bagi seorang pemimpin agar harapan masyarakat kepadanya
tentang program-program kesejahteraannya dapat direalisasikan. Demikian juga sifat fathonah atau cerdas
sangat diperlukan bagi seorang pemimpin.
Bisa dibayangkan apabila seorang pemimpin itu bodoh, bagaimana dengan
masa depan masyarakat dan organisasi/bangsa dan negaranya. Kecerdasan merupakan sifat mutlak yang harus
dimiliki seorang pemimpin dalam rangka menjalankan roda kepemimpinannya,
disamping dapat mengatasi segala problem
yang muncul dengan cerdas dan bermanfaat bagi umat dan masyarakatnya. Sementara itu sifat tabligh atau memberikan
informasi yang tepat dan benar serta tidak pernah menyembunyikan sesuatu yang
seharusnya disampaikan kepada umatnya.
Sifat ini sangat diperlukan dalam rangka transparansi menuju
kepemimpinan yang baik dan bersih.
Sedangkan
pola hubungan antara seorang pemimpin
dengan pemimpin lainnya, tentu harus dilakukan dengan saling menghargai, saling
menghormati posisi, kewenangan, dan tanggung jawab masing-masing. Pola hubungan
ini diperlukan, agar terjadi keserasian dan keselarasan, serta tidak terjadi
kesenjangan yang mengarah kepada disharmoni dalam menjalankan kepemimpinan
masing-masing.
Jadi
seorang pemimpin yang ideal sesungguhnya telah diteladankan oleh nabi Muhammad
SAW. dalam segala sifat dan perilakuknya, serta diwujudkan dalam perlambang
imam dalam melaksanakan shalat berjamaah.
Ia adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat jujur, dapat dipercaya,
serdas, dan transparan yang selalu dimanifestasikan dalam seluruh aktifitasnya,
dan tentu mempunyai sifat toleran. Ia
selalu menjadikan tugas dan tanggung jawab sebagai hal yang utama melebihi
kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya. Disamping itu dalam setiap
kebijakan dan programnya, ia selalu mempertimbangkan kondisi masyarakat dan
lingkungannya, sehingga langkah-langkahnya tersebut akan mendapatkan respon
positif serta dukungan untuk mewujudkannya.
Tentu
problem dan kritik harus selalu disadari akan terus muncul, tetapi dengan sikap
bijaksana dan konsisten dalam setiap langkah dan kebijakan, kepemimpinan
tersebut akan menuai keberhasilan.