UIN Walisongo Online, Semarang – Pengelolaan dana zakat tampaknya menjadi isu seksi saat ini, sehingga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo menggelar diskusi bersama BAZNAS RI dengan tema “Dana Zakat Milik Keuangan Negara atau Publik?” yang digelar di Ruang Teater Gd. KH. Soleh Darat Lt.4 UIN Walisongo, Selasa(14/5/2024)
Diskusi ini menghadirkan panelis, antara lain:
Prof. Dr. H.M. Asrorun Niam Sholeh, M.A selaku Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Dr. H. Noor Achmad, M.A. selalu Ketua Baznas, dan Astera Primanto Bhakti, M.Tax. selalu Dirjen Pembendaharaan Kementerian Keuangan.
Acara disambut oleh Dekan FSH, Prof. Dr. H. Abdul Ghofur, M.Ag dilanjutkan dengan Rektor UIN Walisongo, Prof Dr. Nizar M.Ag. Ia menyampaikan opening speech sekaligus membuka acara bahwa, “Zakat sangat berpotensi dalam mengembangkan ekonomi secara nasional dalam mengentaskan kemiskinan dan melakukan pemberdayaan kepada Muzaki. UIN Walisongo berkomitmen dalam zakat, salah satunya adalah seluruh pegawai UIN Walisongo langsung menyalurkan zakat dari pendapatan,” ungkapnya
Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA selaku Guru besar Hukum Islam UIN Walisongo mengatakan bahwa
Kewenangan Negara dalam zakat adalah untuk memungut, mendistribusikan, sehingga tidak bisa dikapitalisasikan. Termasuk bagi pengelola zakat, dana zakat tidak boleh dimasukkan ke mudharabah (bagi hasil) apalagi deposito.
Saidah Sawan, MA, Pimpinan Baznas bidang pendistribusian & pendayagunaan bahwa pelaksanaan zakat memang didesign oleh negara dan bisa jadi setiap negara berbeda. “Di indonesia, menggunakan model parsial yang mana tidak mewajibkan zakat sebagai mandatory, memang ada regulasi tapi volunteery dan undang-undang hanya memfasilitasi fungsi mandatory tadi. Audit BAZNAS dilakukan oleh KAP bukan BPK sehingga mengindikasikan bahwa dana Baznas bukan keuangan negara,” pungkasnya.
Prof. Dr. H.M. Asrorun Niam Sholeh, M.A. selaku Ketua MUI Bidang Fatwa juga turut meramaikan diskusi bahwa Uang zakat adalah ibadah maghdah, negara tidak menjalankan pewajiban kepada muzakki, dipungut dan didistribusikan secara terbatas untuk umat islam, bukan uang negara yang bisa dikapitalisasikan sehingga negara hadir untuk memastikan agar bahwa para amil dapat memberdayakan zakat sesuai regulasinya.
Terakhir, Astera Primanto Bhakti, M.Tax yang diwakilkan oleh bapak Tri Budianto, M.T mengatakan bahwa perdebatan mengenai uang zakat apakah milik negara konteksnya sangat luas apakah dimiliki negara atau dikuasai negara. Konteks keuangan zakat yang dikelola oleh pemerintah, maka uang zakat ini dikuasai oleh negara bukan milik negara. Keuangan negara konteksnya tidak selalu masuk ke APBN.
Ketua BAZNAS Provinsi Jawa Tengah Bapak Dr. KH. Ahmad Daroji, M.Si. juga ikut meramaikan diskusi ini dengan memberikan pandangan bahwa kepemilikan dana zakat apakah milik negara atau publik masih on going menjadi bahan diskusi dan perlu dilihat antar disiplin ilmu tapi yang perlu diketahui bahwa keuangan di Baznas memerlukan bantuan dari negara walaupun bukan milik negara.
Prof. Dr. H. Noor Achmad, M.A., Ketua Baznas RI menyampaikan esensi zakat yang ternyata belum diwajibkan oleh negara, artinya UU yang ada belum mewajibkan zakat. “Catatan ini menjadi krusial karena hingga saat ini tidak ada kewajiban berzakat oleh negara karena risikonya cukup berat, negara ini bukan berpaham islamis”.
Artinya wacana diskusi apakah keuangan zakat ini milik negara tentu dapat kita pahami sebagai kontribusi negara dalam memfasilitasi baznas dalam mengumpulkan dana umat bukan secara literal sebagai hak milik negara.